SELAMAT DATANG-WELCOME-AHLAN WA SAHLAN>>> TERIMA KASIH KUNJUNGANYA-THANKS FOR JOIN

View Entri




UNTUK YANG LAGI GALAU >>> Jangan Lupa * tAKe & GivE*

Thursday 15 May 2014

Siapa Habib / Habaib Itu???

NASAB NABI MUHAMMAD SAW

Beliau adalah Abu al-Qasim Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdimanaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaima bin Mudrikah bin Ilyas bin bin Mudhar bin Nizar bin Maad bin Adnan bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur bin Tayrah bin Ya’rub bin Yasyjub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim “Kekasih Allah” (alaihima as-salam) bin Tarih atau Azar bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Aybir bin Syalikh bin bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh (alaihis salam) bin Lamk bin Mutusyalkh bin Akhnukh — yaitu Nabi Idris keturunan Nabi Adam yang pertama menjadi nabi dan yang menulis dengan pena — bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin Yanish bin Syits bin Adam alaihissalam.
Nasab ini disebutkan oleh Muhammad bin Ishak bin Yasar al-Madani di salah satu riwayatnya. Nasab Rasulullah sampai Adnan disepakati oleh para ulama, sedangkan setelah Adnan terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud Quraisy adalah putra Fihr bin Malik atau an-Nadhr bin Kinanah.

Ibu Rasulullah SAW
Ibunya adalah Aminah binti Wahb bin Abdimanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.

Kelahiran Rasulullah saw
Beliau dilahirkan di Mekah pada tahun Gajah bulan Rabiul Awal, tanggal duabelas, hari Senin. Sebagian ulama mengatakan bahwa beliau dilahirkan setelah tiga puluh tahun dari tahun gajah. Sebagian lagi mengatakan setelah empat puluh tahun dari tahun gajah. Pendapat yang benar adalah pada tahun gajah.

Kematian ayah, ibu, dan kakeknya
Ayahnya meninggal dunia ketika ia berusia dua puluh delapan bulan. Menurut sebagian ulama usianya tujuh bulan ketika ayahnya meninggal. Ada lagi yang berpendapat bahwa ayahnya meninggal di perkampungan an-Nabighah ketika ia masih janin. Dan dikatakan pula bahwa ayahnya wafat di daerah Abwa yang terletak antara Makkah dan Madinah.
Abu Abdillah Zubair bin Bakkar az-Zubairi berkata: Abdullah bin Abdul Mutthalib wafat di Madinah ketika Muhammad berusia dua bulan.
Sedangkan ibunya meninggal dunia ketika ia berusia empat tahun. Sementara kakeknya meninggal dunia ketika usia Muhammad delapan tahun. Dikatakan pula bahwa ibunya wafat ketika ia berusia enam tahun.

Penyusuan Rasulullah SAW
Muhammmad disusui oleh Tsuwaibah budak Abu Lahab bersama dengan penyusuan Hamzah bin Abdul Mutthalib dan Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi dengan air susu anaknya yang bernama Masruh. Kemudian Muhammad disusui oleh Halimah binti Abi Dzuaib as-Sa’diyah.

Nama-nama Rasulullah SAW
Jubair bin Mut’im berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya adalah Muhammad, saya adalah Ahmad, saya adalah al-Mahi yang dengan sebabku Allah SWT menghapus kekufuran, saya adalah al-Hasyir yang mengumpulkan manusia, saya adalah al-A’qib yang tidak ada nabi lagi setelahku.’” (Hadits sahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Abu Musa Abdullah bin Qais berkata: “Rasulullah SAW memberikan dirinya beberapa nama di antaranya ada yang kami hafal. Beliau mengatakan: ‘Saya Muhammad, saya Ahmad, saya al-Muqaffi, saya Nabi taubat dan Nabi rahmat.’ Dalam riwayat lain: ‘dan Nabi peperangan.’ Hadits sahih diriwayatkan oleh Muslim.
Jabir bin abdillah berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya Ahmad, saya Muhammad, saya al-Hasyir (yang mengumpulkan), saya al-Mahi (yang dengan sebabku Allah SWT menghapus kekefuran), dan pada hari kiamat nanti panji kemuliaan berada di tanganku. Aku pemimpin para rasul dan pemilik syafaat mereka.”
Allah SWT memberikan nama kepadanya di dalam Al-Quran dengan nama Basyir (pembawa kabar baik), Nadzir (pembawa berita buruk), Rauf (lemah lembut), Rahim (penyayang), dan Rahmatan lilalamin (pembawa rahmat buat alam semesta).
 Istri-Istri Rasulullah Setelah Siti Khadijah wafat :
 Saudah binti Zam'ah
1.           Aisyah binti Abu Bakar
2.           Hafshah binti Umar bin Khatab
3.           Ummu Habibah binti Abu Sufyan
4.           Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah
5.           Zainab binti Jahsyin
6.           Juwairiyah binti Al-Harits bin Abi Dhiror
7.           Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab
8.           Maimunah binti Al-Harits Al-Hilaliyah

Keturunan Rasulullah dari Siti Khadijah :
 a. Putra
 Al-Qasim, Abdullah & Thayyib
Ketiganya meninggal waktu usia masih kecil
 b. Putri
 -Zainab menikah dgn Abil Aash ibnu Rabi' bin Abdus Syam
-Ruqayah menikah dgn Utbah bin Abi Lahab
-Ummu Kaltsum menikah dgn Utaibah bin Abi Lahab
-Fatimah Az-Zahra menikah dgn sayidina Ali bin Abi Thalib r.a

* JARAK KELAHIRAN NABI *
Rasulullah lahir pd tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah / 20 Nisaan (April) 571 M. Jarak antara kelahiran Nabi :
 Muhammad SAW-Isa a.s : 571 tahun
Isa a.s-wafatnya Musa a.s : 1716 tahun
Musa a.s-Ibrahim a.s : 545 tahun
Ibrahim a.s-air bah masa Nuh a.s : 1080 tahun
Air bah Nuh a.s-Adam a.s : 2242 tahun
Jarak Rasulullah-Adam a.s : 6155 tahun
 Berdasarkan riwayat yg masyhur dari para sejarawan

SIAPAKAH HABIB ITU
  Habaib
    Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali Songo khususnya di negeri Indonesia kita ini. Habaib adalah cucu keturunan Nabi Muhammad SAW dari anak putri Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana yang tertera di dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
“Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku”
    Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang putra yang bernama Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan dari keduanya memiliki keturunan sampai hari Kiamat. Dari garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal keturunannya yaitu Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina Husein seperti diantaranya disebut dengan Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Syekh Abu Bakar dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka semua itu disebut dengan Habaib.
    Habaib adalah penerus mutlak cucu Nabi Muhammad SAW, Habaib di seluruh dunia ini diakui ilmunya yang rata-rata bermazhab Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan lebih banyak bermazhab kepada Imam Syafi’I, rata-rata beliau berasal dari Negeri Yaman. Ilmu-ilmu beliau banyak dan cepat diterima oleh masyarakat dunia, khususnya di negeri indonesia. Di Hadromut (Yaman Selatan) kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang mana kitab karangan beliau ini banyak digunakan oleh para ulama dari seluruh penjuru dunia khususnya di Indonesia. Kitab karangan beliau yang sering kita jumpai dan kita kenal adalah Nasahdiniyah yang artinya nasihat-nasihat agama. Begitu banyak ilmu-ilmu Rosululloh SAW yang dikarang oleh para habaib yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits. Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah wajib dan haram hukumnya membenci mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
”Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam syurga dan barang siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan syafa’atku nanti di hari kiamat”
    Ingatlah mereka para habaib bagaikan bintang-bintang tanda aman ahli langit dan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah tanda pangaman untuk ummatnya, maka kita tidak aneh bila ada para habaib pengikut mereka atau pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru dunia karena mereka adalah karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai jalan menuju ridho Allah SWT dan tiada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib yang mengikuti kakek moyang beliau dan salaf-salaf beliau yang terpancar kebenarannya di muka bumi ini.
Sebutan/gelar habib di kalangan Arab Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah AzZahra dan Ali Bin Abi Thalib. Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah keturunan Husain bin Fatimah binti Muhammad. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman . khususnya Hadramaut .Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak di akibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrlineal(keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.
Para habib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad. Penghormatan ini sangat membuat gusar para kelompok anti-sunnah yang mengkait-kaitkan hal ini dengan bid'ah. Para Habaib (jamak dari Habib) di Indonesia sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama islam. Sudah tak terhitung jumlah orang yang akhirnya memeluk agama islam ditangan para Habaib. Gelar lain untuk habib adalah Sayyid.  Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) di sebut  Syarif /Syarifah.
Para habib terdapat pada golongan firqoh Sunni maupun  Syiah  seperti  Ayatullah  Ruhollah Khomeini. Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib)

AHLUL BAIT
Ahlul-Bait (Bahasa Arab) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Nabi Muhammad SAW). Sementara Sunni berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Nabi Muhammad SAW dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga terkadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantu nya.

Istilah Ahlul Bait
Syi'ah
Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW yang hanya mencakup Ali dan istrinya Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
          "Aisyah menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab,
          "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."

Sunni dan Salafi
Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang menyatakan bahwa ahlul bait Nabi Muhammad SAW mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya

Sufi dan sebagian Sunni
Kalangan Sufi dan sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Nabi Muhammad SAW yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:
Yazid bin Hayyan berkata,
"Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau telah shalat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari Rasulullah!'"
"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu:) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). ) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)".
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Abbas."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya''

Istilah Ahlul Kisa
Kaum Sufi yang memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w. dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin (do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang merupakan putra-putra Abu Thalib) dan keluarga Abbas (HaditsShahih Muslim dari Zaid bin Arqam). Dengan demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam dengan kaum Syi'ah.

Hadist Shahīh Ahlul Kisa (Shahīh Muslim, vol. 7, hal. 130)
Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba. Hasan datang dan kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33) 

Sunah at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib
Ummu Salamah mengutip bahwa Rasulullah SAW menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah dengan kisa-nya, dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka Ahlul Baitku dan yang terpilih. Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah mereka!"
Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah SAW, Wahai Rasul Allah! Apakah aku termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab, "Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak termasuk golongan mereka)."
Imam Turmudzi menulis di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta merupakan hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini.

Interpretasi Syi'ah, Sunni dan Sufi
Syi'ah
Kaum Syi'ah, khususnya Mazhab Dua Belas Imam menafsirkan bahwa Ahlul Bait adalah "anggota rumah tangga" Nabi Muhammad SAW dan mempercayai bahwa mereka terdiri dari: Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan bin Ali, dan Husain bin Ali.
Kaum Syi'ah percaya bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait yang disucikan sesuai dengan ayat tathîr (penyucian) (QS. Al-Ahzab [33]:33), adalah mereka yang termasuk dalam Ahlul-Kisa yaitu Nabi Muhammad SAW, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain serta 9 imam berikutnya yang merupakan keturunan dari Husain.
Sesuai dengan hadits di atas, Syi'ah berpendapat bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW tidak termasuk dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat Sunni yang memasukkan istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Sunni dan Salafi
Kaum Sunni juga mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait tersebut seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak kepemim pinan umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga menyatakan bahwa kedua cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, adalah sayyid (pemuka).
Muhammad bin Abdul Wahhab menolak pengistimewaan yang berlebihan terhadap keturunan Ahlul Bait. Ini kemungkinan disebabkan karena pertentangan mereka terhadap kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni pada umumnya tetap memandang hormat terhadap para keturunan Ahlul Bait.
Kaum Wahhabi berpendapat bahwa istilah Ahlul Bait memang hanya mencakup keluarga Ali, akan tetapi keluarga Nabi Muhammad SAW mencakup seluruh umat Muslim yang taat, sebab hubungan kekeluargaan tersebut adalah berdasarkan takwa pada kepercayaan Islam, dan bukan berdasarkan pada darah keturunan. Kaum Wahhabi percaya bahwa setiap orang yang taat adalah bagian dari Ahlul Bait, dan bahwa beberapa orang secara khusus disebutkan sebagai bagian daripadanya. Beberapa orang ini, adalah istri-istri Nabi Muhammad SAW, yang menurut pendapat mereka disebutkan di dalam Al Qur'an sebagai bagian dari Ahlul Bait.

Sufi
Kaum Sufi menyepakati bahwa semua pendiri Tariqah Mu'tabaroh mestilah dari golongan Ahlul Bait, yaitu berasal dari keturunan Hasan bin Ali atau Husain bin Ali.
Para masyaikh pendiri tariqah-tariqah Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW yang merupakan golongan Ahlul Bait, misalnya:
·            As-Sayyid As-Syaikh Bahau'uddin Naqsyabandi (Tariqah Naqsyabandi)
·            As-Sayyid Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin 'Ali BaAlawi Al-Husaini (Tariqah Al-BaAlawi)
·            As-Sayyid As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah)
·            As-Sayyid As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah
·            As-Sayyid As-Syaikh Abil Hasan Asy-Syazuli (Tariqah Syadziliyyah)
Silsilah ajaran mereka kebanyakannya melalui Imam Ja'far ash-Shadiq, dan semuanya mendapat sanad dari Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah yang juga mendapat sanad dari Abu Bakar.

Kekhalifahan
Kaum Sufi berpendapat kekhalifahan ada 2 macam, yaitu :
·            Khalifah secara zhahir (Waliyyul Amri, Surat An Nisaa' ayat 59) "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." atau mereka yang menjadi kepala pemerintahan umat Islam; dan
·            Khalifah secara bathin (Waliyyul Mursyid, Surat Al Kahfi ayat 17) "Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya." atau mereka yang menjadi pembina rohani umat Islam.
.
Khalifah zhahir
Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang zhahir (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan ‘athii’ sebelum ‘waliyyul amri’, kata ‘athii’ atau taatlah hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada ulil amri (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang emimpin atas dasar 'maksum' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang.
Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat ‘maksum’ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau ‘maksum’, kecuali Allah sendiri.’

Khalifah bathin
Kekhalifahan bathin, karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti Nabi Khidir di dalam Surat Al Kahfi. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang terpilih seperti itu.
Didalam sejarah tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan Ali dari Fatimah baik melalui Hasandan Husain. Menurut kaum Sufi memaksakan kekhalifahan zhahir hanya untuk keluarga Ali adalah suatu yang musykil/mustahil karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas) berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tapi dalam hal pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja tidak menguasai masalah pemerintahan.
Bila menganggap Imamah adalah Khalifah Bathin mungkin saja bisa, tapi membatasi hanya 12 bertentangan dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang seorang Khalifah zhahir (Waliyyul Amri) dipilih dari mereka yang juga menjabat Khalifah bathin (Waliyyul Mursyid). Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat Waliyyul Mursyid, kalau bukan Allah sendiri.

Perkembangan Ahlul Bait
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
Berkembangnya Ahlul-Bait walaupun sepanjang sejarah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah mengalami penindasan luar biasa, adalah berkah dari do’a Nabi Muhammad SAW kepada mempelai pengantin Fatimah putri beliau dan Ali di dalam pernikahan yang sangat sederhana. Doa Nabi SAW adalah,”Semoga Allah memberkahi kalian berdua, memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik”
Setelah mengalami titik noda paling kelam dalam sejarah Bani Umayyah, dimana cucu Nabi Muhammad SAW, al-Husain bersama keluarga dibantai di Karbala, pemerintahan berikutnya dari Bani Abbasiyah yang sebetulnya masih kerabat (diturunkan melalui Abbas bin Abdul-Muththalib) tampaknya juga tak mau kalah dalam membantai keturunan Nabi Muhammad SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur Ali Zainal Abidin satu-satunya putra Husain bin Ali yang selamat dari pembantaian di Karbala, juga melalui jalur putra-putra Hasan bin Ali.

Setelah berakhirnya Bani Abbasiyah
Perkembangan di berbagai negara
Menurut berbagai penelaahan sejarah, keturunan Hasan bin Ali banyak yang selamat dengan melarikan diri ke arah Barat hingga mencapai Maroko. Sampai sekarang, keluarga kerajaan Maroko mengklaim keturunan dari Hasan melalui cucu beliau Idris bin Abdullah, karena itu keluarga mereka dinamakan dinasti Idrissiyyah. Selain itu pula, ulama-ulama besar seperti Syekh Abu Hasan Syadzili Maroko (pendiri Tarekat Syadziliyah) yang nasabnya sampai kepada Hasan melalui cucunya Isa bin Muhammad.
Mesir dan Iraq adalah negeri yang ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Hasan dan Husain. Abdul Qadir Jaelani seorang ulama yang dianggap sebagai Sufi terbesar dengan julukan ‘Mawar kota Baghdad’ adalah keturunan Hasan melalui cucunya Abdullah bin Hasan al-Muthanna.
Persia hingga ke arah Timur seperti India sampai Asia Tenggara (termasuk Indonesia) didominasi para ulama dari keturunan Husain bin Ali. Bedanya, ulama Ahlul Bait di tanah Parsi banyak dari keturunan Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq seperti Ayatullah Ruhollah Khomeini karena itu ia juga bergelar Al-Musawi karena keturunan dari Imam Musa al-Kadzim, sedangkan di Hadramaut (Yaman), Gujarat dan Malabar (India) hingga Indonesia ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Ali Uraidhi bin Jafar ash-Shadiq terutama melalui jalur Syekh Muhammad Shahib Mirbath dan Imam Muhammad Faqih Muqaddam ulama dan sufi terbesar Hadramaut di zamannya (abad 12-13M).
Walaupun sebagian besar keturunan Ahlul Bait yang ada di Nusantara termasuk Indonesia adalah dari Keturunan Husain bin Ali namun terdapat juga yang merupakan Keturunan dari Hasan bin Ali, bahkan Keturunan Hasan bin Ali yang ada di Nusantara ini sempat memegang pemerintahan secara turun temurun di beberapa Kesultanan di Nusantara ini yaitu Kesultanan Brunei,Kesultanan Sambas dan Kesultanan Sulu sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / Prasasti dan beberapa Makam dan juga Manuscript yang tersebar di Brunei, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sulu (Selatan Filipina)yaitu melalui jalur Sultan Syarif Ali(Sultan Brunei ke-3) yang merupakan keturunan dari Syarif Abu Nu'may Al Awwal.

Mazhab yang dianut

Mazhab yang dianut para ulama keturunan Husain pun terbagi dua; di Iran, Iraq dan sekitarnya menganut Syi’ah, sedangkan di Yaman, India hingga Indonesia menganut Sunni yang condong kepada tasawuf). Para ulama keturunan Hasan dari Mesir hingga Maroko hampir semuanya adalah kaum Sunni yang condong kepada tasawuf.

Fatimatuz Zahra

Ya rabb…
Mana Fatimatuz Zahra…???

Sa’at ini dunia masih mengenangnya, kususnya umat Islam… Airmata masih ada yang mengalir ketika mengingat kebesarannya, Ada rasa malu kalau membanding kan dengan keadaan kita sekarang. Ada rasa haru kalau melihat kembali perjuangan perjuangannya; bagaimana ia dengan penuh kasih-sayang mengusap darah suami nya seusai perang dan merawatnya penuh perhatian;
bagaimana ia mengambil air sendiri dengan berjalan jauh sampai membekas di dadanya; dan bagaimana ia menginap di rumah Rasulullahs sementara ‘Ali menggantikan tempat tidur Nabi saat orang kafir Quraisy mengepung. Malam itu, Rasulullah meninggalkan Makkah dan bersembunyi digua Tsaur. Sementara orang kafir mengancam nyawanya. Fathimah sangat besar perjuangannya.
Dia adalah putri dari seorang yang suci, Dia sendiri suci, Dari rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama Al-Hasan dan Al-Husain yang ikut bersama kakeknya ketika akan melakukan mubahalah (perang doa) dengan pendeta Bani Najran. Ia juga melahirkan Zainab yang kelak harus meninggalkan Mesir. Dari keturunan Zainab inilah kelak Imam Syafi’I mendapat tempat dan perlindungan. Juga membuka pesantrennya.
Masa itu adalah hari Jum’at, bulannya Dzulhijjah, Tahun 1417 hijriyah, Bulan haji. bulan ketika orang memotong leher kambing dan sapi… tepat pada tanggal 10. pada tahun yg sama, ketika orang-orang Kufah memintanya menjadi khalifah dan mereka siap berbai’at kepadanya, Tanggal 10 tahun Dzulhijjah, kaum muslimin juga menyembelih leher kambing kibasy.
Tetapi sebulan berikutnya, dunia tidak akan pernah melupakan, Jika pada tanggal 10 Dzulhijjah orang-orang Islam bergembira ketika memotong leher kambing dan onta,
sa’at itu hati yang bersih menjerit menangis ketika penguasa yang zalim memotong leher orang yang paling dicintai Rasulullah Saw… Jika dulu Fathimah Az-Zahra membukakan pintu kepada Rasulullah ketika akan menemui Al-Husain, hari itu para wanita segera menutup wajahnya dengan niqab untuk menyem bunyikan keperihan hatinya ketika melihat kepala Al-Husain diarak.
Jika dulu Rasulullah sering mendekap dan menciumnya, hari itu wajah yang sering di doakan Rasulullah itu dihinakan, bahkan ketika sudah menjadi mayat, giginya masih di antuk - antuk dengan ujung pedang…padahal… jenazah orang kafir saja kita disuruh menghormati, Akan tetapi Al-Husain harum dengan darahnya, Sama seperti airmata Zainab yang menyelamatkan ‘Ali Ausath, satu-satunya putra Al-Husain yang masih tersisa dari pembantian, Airmata itu sampai sekarang tetap mengalir di dada kaum muslimin yang tahu hak mereka, bercampur dengan darah Al-Husain yang harum.
Sejarah kadang memang pahit, namun peristiwa di tanah duka (Karbala) itu rasanya terlalu pahit, Hanya Al-Husain yang sanggup memikul kemuliaan itu. Kita yang mencintai leher kita, apalagi kita masih mencintai kemegahan dunia, tidak cukup layak untuk mendapatkan kehormatan. Alangkah tingginya Al-Husain dan keturunannya, Alangkah jauhnya kita dibanding darinya.
Lantas, apakah masih ada alasan untuk bersombong dihadapan kemuliannya? Kita memang terlalu jauh dari derajat Al-Husain. Bahkan untuk layak disebut sebagai golongan yang mencintainya saja, entah layak entah tidak,Sekadar meniru An-Nasa’I saja, saya belum yakin kita mempunyai cukup keberanian dan ketegaran. Sekarang, tangan kita lecet sedikit saja sudah membuat wajah kita muram dan mulut meringis.
Padahal An-Nasa’i merelakan nyawanya demi kecintaannya. Sama seperti Imam Ahmad ibn Hanbal yang bersedia dipukuli penguasa. Sama seperti Imam Syafi’i yang konon adalah imam kaum muslim Indonesia, sebab mayoritas umat Islam Indonesia bermadzab Syafi’iyah meskipun kadang masih mencela orang yang melaksanakan qhaul (pendapat hasil ijtihad) Imam Syafi’i. Dan kita tahu,mereka semua adalah ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Dengan rasa malu atau tidak sama sekali, kita harus mengakui betapa jauhnya kita dari orang-orang terdahulu, Sangat jauh, Meskipun demikian, masih ada yang dapat kita ambil, Kita dapat melihat kembali sebagian kecil teladan Fathimatuz Zahra sehingga mempunyai keturunan yang mulia sampai generasi-generasi yang jauh sesudahnya, termasuk Syaih ‘Abdul Qadir Al-Jailani Maupun Sayyid ‘Abdullah Haddad. Keteladanan Fathimatuz Zahra mencakup kedekatan kepada Allah, kuatnya dalam menegakkan shalat malam, khusyuknya dalam berzikir, kesetiaannya yang sangat luar biasa kepada suami, serta kuatnya kecintaan dan perhatian kepada anak-anaknya.
Hari ini, insya-Allah kita akan mencoba melihat bagaimana Fathimah Az-Zahra mendidik dan membesarkan putra-putrinya, sedangkan keteladanan lain, silakan menilai masing - masing.
 Tentu saja, membicarakan Fathimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai suaminya ‘Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu dan ayahnya Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian, pengorban an, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain.

Imam Nawawi al-Bantani (Al-Jawi) pernah menuliskan keagungan Fathimah Az-Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami-istri.
Berikut ini saya kutip dari Uqudul Lujain karya Imam Nawawi Al-Bantani.
Suatu hari Rasulullah Saw, menjenguk Az-Zahra, sa’at itu ia sedangmembuat tepung dengan alat penggiling sambil menangis.
“Kenapa menangis, Fathimah?” Tanya Rasulullah, “Mudah-mudahan Allah tidak membuatmu menangis lagi.”“Ayah,” Fathimah menjawab, “aku menangis hanya karena batu penggiling ini, dan lagi aku hanya menangisi kesibukanku yang silih berganti.”
Rasulullah kemudian mengambil tempat duduk di sisinya, kata AbuHurairah.
Fathimah berkata, “Ayah, demi kemuliaanmu, mintakan kepada ‘Ali supaya membelikan seorang budak untuk membantu pekerjaan-pekerjaanku membuat tepung dan menyelesaikan pekerjaan rumah.”
Setelah mendengar perkataan putrinya, Rasulullah bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat penggilingan. Beliau memungut segenggam biji-bijian gandum dimasukkan ke penggilingan dengan membaca bismillahir rahmanir rahim maka berputarlah alat penggiling itu atas ijin Allah. Beliau terus memasukkan biji-bijian itu sementara alat penggiling terusberputar sendiri, sambil memuji Allah dengan bahasa yang tidak dipahami manusia. Ini terus berjalan sampai biji-bijian itu habis. Rasulullah Saw. berkata kepada alat penggiling itu,
 “Berhentilah atas ijinAllah. Seketika alat pengiling pun berhenti. Beliau berkata sambil mengutip ayat Al-Qur’an,
 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, dan mereka selalu mengerjakan segala yang diperintahkan.” QS. At-Tahrim: 6
Merasa takut jika menjadi batu yang kelak masuk neraka, tiba-tiba batu itu bisa berbicara atas ijin Allah. Ia berbicara dengan bahasa Arab yang fasih. Batu itu berkata,
“Ya, Rasulallah. Demi Dzat yang Mengutusmu dengan hak menjadi Nabi dan Rasul, seandainya engkau perintahkan aku untuk menggiling biji-bijian yang ada di seluruh jagat Timur dan Barat, pastilah akan kugiling semuanya.”
 Dan aku mendengar pula, kata Abu Hurairah yang meriwayatkan kisah ini, bahwa Nabi Saw. bersabda,
 “ Hai Batu, bergembiralah kamu, sesungguhnya kamu termasuk batu yang kelak dipergunakan untuk membangun gedung Fathimah di surga.” Seketika itu, batu penggiling itu bergembira dan berhenti.
Nabi Saw. bersabda kepada putrinya, Fathimah Az-Zahra,
“Kalau Allah berkehendak, hai Fathimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri untukmu. Tetapi Allah berkehendak mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu dan mengha pus keburukan-keburukanmu, serta mengangkat derajatmu.
 Hai Fathimah, setiap istri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya, maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya, serta mengangkat derajatnya.
 Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat penggilingnya karena membuatkan bahan makanan untuk suaminya, maka Allah menjauhkan antara dirinya dan neraka sejauh tujuh hasta.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisirkan rambut dan mencucikan baju mereka, maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu orang yang sedang kelaparan dan seperti orang yang memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
 Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan tetangganya, maka Allah kelak akan mencegahnya (tidak memberi kesempatan baginya) untuk minum dari telaga Kautsar pada hari kiamat.
Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak meridhaimu, tentu aku tidak akan mendo’akan dirimu
 Bukankah engkau mengerti, Hai Fathimah, bahwa ridha suami itu bagian dari ridha Allah, dan kebencian suami merupakan bagian dari kebencian Allah.
Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para malaikat memohon ampun untuknya, setiap hari dirinya dicatat memperoleh seribu kebajikan, dan seribu keburukannya dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit (menjelang melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Apabila telah melahirkan, dirinya terbebas dari dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan ibunya.
Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari dirinya dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa membawa dosa. Ia menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat. Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari disertai hati yang baik, ikhlas, dan niat yang benar, maka Allah akan mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya pada setiap rambut yang ada ditubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.
Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka suaminya, maka Allah memperhati kan nya dengan penuh rahmat.
 Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur bersama suaminya dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang ditujukan kepadanya dari langit.‘ Hai wanita, menghadaplah dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.
Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya, demikian pula  jenggotnya, memangkas kumis dan memotong kuku-kukunya, maka kelak Allah akan memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sungai yang ada di surga. Bahkan kelak Allah akan meringankan beban sakaratul maut. Kelak ia akan menjumpai kuburnya bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudahmelewati sirath (titian).

Mihrab Agung Orang-orangTercinta

 Lima orang anak yang dikaruniakan Allah Swt Kepada Az-Zahra, yaitu Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin (yang meninggal keguguran ketika masih berupa janin dalam rahim sucinya).
Ummu Kultsum, kelak yg dinikahi oleh Umar bin Khaththab karena keinginan Umar yang kuat untuk bersambung ikatan darah dengan Rasulullah. Fathimah Az-Zahra mendidik sendiri dua putra dan dua putri yang di amanahkan Allah Swt kepadanya, Ia susui anak-anaknya dengan air susunya sendiri, Ia rawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri,Ia memilih untuk mendekap anaknya sendiri, meskipun kepayahan bekerja dan ada orang yang mau menggantikan, karena ibulah yang bisa menyayangi anaknya, bukan orang lain ( baby-sitter) 
. Padahal sekarang ibu-ibu muda kadang memilih untuk bisa makan dengan tenang dan enak, sedangkan menggendong anak biar dikerjakan oleh orang lain (baby-sitter)

Mari kita dengarkan cerita dari Bilal, muadzin Rasulullah:

“Saya melewati Fathimah yang sedang menggiling,” kata Bilal,“ sementara anaknya menangis.”“Saya berkata kepadanya,” kata Bilal melanjutkan. “Jika engkau mau, biar aku yang memegang gilingan dan engkau memegang anak itu, Atau, aku yang memegang anak itu dan engkau memegang gilingan. ”Ia berkata, “Aku lebih dapat mengasihi anakku daripada engkau. ”Sebagaimana istrinya, Sayyidina Ali juga menolak orang membawakan makanan yang akan diberikan kepada anaknya (masyaAllah), betapa hati-hatinya beliau menjaga kebarakahan.
Shalih, seorang pedagang pakaian pernah mendapat cerita dari neneknya, “Saya melihat Ali karamallahuwajhahu membeli kurma dengan harga satu dirham, lalu beliau membawanya dibungkus selimut. Saya berkata kepadanya atau seseorang berkata kepadanya,‘Saya yang akan membawanya, wahai Amirul Mukminin.’ Beliau berkata,‘Jangan! Kepala keluarga lebih berhak membawanya. ”Kisah ini disam paikan oleh Imam Bukhari.
Jabatan Imam Ali saat ituadalah khalifah, Amirul Mukminin, pada masa sekarang, jabatan itu lebih tinggi daripada presiden atau raja sebuah negara, sebab kekuasaan nya meliputi negeri-negeri lain, Tetapi untuk membawakan makanan anak, Amirul Mukminin tidak mau menyerahkan kepada orang lain. Jabir Al-Anshari mencerita kan bahwa Nabi melihat Fathimah sedang menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya. Maka mengalirlah airmata Rasulullah.“Anakku,” katanya, ”engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk kemanisan akhirat.”Fathimah mengatakan, “Ya Rasulallah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah untuk Allah atas karunia-Nya.”Lalu Allah menurunkan ayat, “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberimu karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”

 Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian, pengorbanan, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain sejauh ia berdiri diatas kebenaran. Sehingga kita mendapati, dalam situasi yang penuh ketakutan dan leher sewaktu-waktu bisa ter putus, Zainab masih bisa menghadap Ibnu Ziyad dengan penuh ketegaran. Kesedihan yang teramat sangat ketika hampir semua saudara, kemenakan, sanak-kerabat, dan sahabat menjadi mayat berserakan, tidak membuatnya kehilangan keberanian dan ketegaran untuk mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Mengatakan kebernaran.
Ketika Ibnu Ziyad menghina Zainab dengan perkataan, “Puji Tuhan yang telah mempermalukan dan menyingkap dusta kalian. Puji Tuhan yang telah mengobati rasa dendam dan kesumatku kepada saudaramu.”; Zainab menjawab dengan tegar, tanpa rasa takut. “Puji Tuhan yang telah menganugerahi kami keutamaan syahadah. Puji Tuhan yang telah menetapkan kenabian pada keluarga kami. Kekalahan dan kenistaan adalah milik kalian wahai orang-orang zalim dan fasik. Syahadah adalah kebanggaan, bukan kenistaan. Orang-orang zalimlah yang suka berbohong, bukan kami. Kami ahli hakikat. Semoga Tuhan mencabut nyawamu, wahai anak marjanah! ”Ibnu Ziyad dan orang-orang yang hadir kaget mendengar kata“marjanah”, wanita lacur. Ibnu Ziyad sangat tertampar dengan kata itu,sehingga ia berkata, “sudah begini kalian masih berani angkat suara.”Ibnu Ziyad mengambil kesempatan bicara dengan ‘Ali Ausath, kelak dikenal dengan gelar ‘Ali Zainal ’Abidin. Dia pun memberi jawaban yang tak kalah pedasnya dengan Zainab, padahal dia masih sangat kecil (bandingkan dengan anak TPG/TPA sekarang).
Kemudian Ibnu Ziyad memanggil algojo,tukang jagal manusia, untuk memotong kepala ‘Ali Zainal ’Abidin. Tiba-tiba Zainab bangkit dan memeluk ‘Ali Zainal ’Abidin dengan erat sambil mengatakan, “Demi Allah, lehernya tidak akan ter penggal sebelum kalian penggal leherku terlebih dulu.”Ibnu Ziyad memandang Zainab dengan heran dan berkata, “Alangkah kuatnya rahim mempererat mereka. ”Inilah Zainab, hasil didikan madrasah suci bernama Fathimatuz Zahra. Semenjak kecil mereka dididik oleh ibu yang sangat kuat kasih sayangnya. Dari Az-Zahra juga, mereka belajar pengorbanan. Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, FathimahAz-Zahra, dan ayah mereka, ‘Ali karamallahu wajhahu
. Ada kisah pengorbanan mereka yang kemudian menjadi sebab turunnya surat Al-Insaan(76) ayat 8-9.

 Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanankepadamu hanyalah untuk mendapat ridha Allah. Kami tidak mengharapkanbalasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.”(QS. Al-Insaan:8-9)

Ketika itu Hasan dan Husain sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rasulullah menyarankan kepada ‘Ali untuk mengucapkan janji (bernazar) kepada mereka itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, ‘Ali dan Fazzah, pembantumereka, mengucapkan janji kepada Allah untuk menjalankan puasa selama tiga hari bila putra-putra ‘Ali sembuh dari sakit. Ketika mereka sembuh, puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak memiliki apa-apa untuk berbuka puasa. ‘Ali kemudian meminjam tiga sha’ gandum dari seorang Yahudi di Khaibar bernama Syam’un. Fathimah memegang lima keping roti dengan sepertiga bagian gandum itudan meletakkan di atas meja makan saat berbuka puasa. Pada saat hendak berbuka puasa, seorang pengemis mengetuk pintu dan meminta makanan sambil berkata, “Tolonglah aku, semoga Allah memberimu makan dengan makanan surga.” Keluarga itu pun memberikan makanan mereka dan berbukahanya dengan air. Hari berikutnya mereka masih berpuasa. Sekali lagi lima keping roti dipersiapkan. Kini, seorang anak yatim mengetuk pintu untuk meminta makanan. Keluarga itu sekali lagi memberikan makanan mereka kepada anak yatim itu. Pada hari ketiga datang tawanan menjelang saat berbuka. Mereka melakukan hal yang sama. Pada hari ketiga, ‘Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah. Melihat keadaan cucu-cucunya, beliau menjadi sedih dan berkata, “betapa susah bagiku melihat kalian dalam keadaan yang sulit ini.”Lalu beliau mengajak mereka kembali ke rumah Fathimah. Ketika tiba disana, Fathimah sedang berdo’a, sementara kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan lemah dan matanya begitu sayu. Melihat ini, Rasulullah Saw. menjadi bertambah sedih. Pada waktu itu,malaikat Jibril datang kepada beliau dan mengatakan, “Terimalah hadiah dari Allah ini. Allah mengirimkan ucapan selamat bagimu karena memiliki keluarga yang begitu mulia.” Lalu Jibril membacakan kepada Rasulullah surat Al-Insaan (Hal Atas). Inilah Fathimah, ibu yang mendidik anak-anaknya dengan kesabaran dan kelembutan luar biasa itu. Ia menanamkan ke dada anak tauhid dan kesediaan untuk berdarah-darah. Fathimah, kata Soraya Maknun, mendidik seorang anak perempuan seperti Zainab seorang wanita yang terpelajar, bijaksana dan terhormat, yang kata-katanya dapat  menenangkan saudaranya yang tak berdosa pada saat-saat kritis di senja bulan Asyura’ (Muharram). Inilah wanita yang emosinya sangat matang.
Kisah Fathimah Az-Zahra akan lebih panjang lagi kalau diteruskan. Dan mungkin makalah tidak cukup waktu untuk menuliskan, karena itu, kita sudahi dulu.
Sebagai penutup, saya sampaikan kisah singkat. Hasan dan Husain, kata Abu Hurairah, bergulat. Lalu Rasulullah Saw. berkata, “Ayo Hasan!”Maka Fathimah mengatakan, “Wahai Rasulullah, engkau mengatakan‘ayo Hasan’, padahal dia lebih besar.”Maka Rasulullah menjawab, “Aku mengatakan ‘Ayo Hasan’ dan malaikat Jibril mengatakan ‘Ayo Husain.”Sambil bermain-main dengan Hasan, Fathimah mengajarkan kepada anaknya dengan mengatakan :
 Jadilah seperti ayahmu, wahai Hasan Lepaskan tali kendali yang membelenggu kebenaran Sembahlah Tuhan yang memiliki anugerah Janganlah kau bantu orang yang memiliki dendam
 Saya tidak tahu apakah kita bisa meneladani Fathimatuz Zahra, sedangkan ting katan kita masih seperti ini Jauh sekali. Tetapi saya berharap ada manfaatnya kisah ini. Setidaknya mengajari kita rasa malu, untuk tahu diri. Kalau kita sudah merasa berkorban dan berjasa, sebandingkah dengan pengorbanan Az-Zahra dan keluarga nya? Satu hal, tulisan ini adalah do’a.
Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kepada kita keturunan yang penuh barakah dan Allah mengaruniakan kepada mereka barakah, sampai yaumil-qiyamah. Semoga Allah mengaruniakan pada kita keluarga yang penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah kepada kita.
Mudah-mudahan kita yang membaca kisah ini dikumpulkan bersama Rasulullah Muhammad Saw. di Al-Haudh. Allahumma amin
.  Allahu A’lam bishawab

Catatan Kaki:

1.          Menurut pendapat Imam Syafi’i, wanita wajib mengenakan cadar. Sekarang jangankan bercadar, ada yang berjubah panjang dan berjilbab menjulur saja sering sudah dianggap berlebihan dan sok alim. Saya sering sedih jika mendengar komentar bernada cemooh dari mereka yang mengerti betul qaul-qaul fiqih dan menganggap mereka eksklusif Sungguh, mereka adalah saudara-saudara kita yang belajar menjadi muslimah yang baik.
2.          Syaikh ‘Abdul Qadir Jailani termasuk ulama sufi yang terpercaya. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah menulis, “Adapun para imam kaum Sufi serta para syaikh terdahulu yang terkenal seperti Al-Junaid bin Muhammad beserta pengikut-pengikutnya, juga seperti Abdul Qadir Al-Jailani dan orang-orang semisalnya, maka mereka adalah termasuk orangyang paling memperhatikan perintah dan larangan, termasuk orang yang paling sering mewasiatkan (kepada murud-muridnya) untuk mengikuti yang demikian itu, dan paling sering mengingatkan agar mereka janganberjalan bersama (memikir-mikirkan) takdir, sebagaimana pengikut-pengikut berikutnya berjalan mengikuti mereka.”Lebih lanjut silakan periksa Qadha’ dan Qadar (Mantiq, Solo, 1996),bagian dari  Majmu’atur Rasail Liibni Taimiyyah.
3.          Imam Nawawi Al-Bantani adalah syaikh Muhammad Ibnu Umar An-Nawawi, ulama asal Banten Jawa Barat yang hidup di Arab pada masanya dan banyak menulis kitab. Bukan Imam Nawawi penulis kitab Al-Adzkaar dan Syarah Shahih Muslim.
4.          Saya tidak menemukan catatan mengenai kedudukan hadis ini. Wallahu‘Alam Bishawab.
5.          Tulisan ini semula merupakan makalah yang saya sampaikan pada acara Diskusi Psikologi Anak di Pondok Pesantren (putri) Al-Munawwir,Krapyak, Yogyakarta, 11 April 1997. Kemudian diperbaiki untuk diskusi KMIS Fakultas Sastra UGM, 26 April 1997 dan acara Studium GeneralTraining Kemuslimahan yang diselenggarakan oleh KSAI, 10 April1998.6.

Persoalan yang paling sulit yang sering tidak bisa dielakkan oleh orangtua adalah perasaan berjasa terhadap keberhasilan anak, di samping rasa bangga. Halimah, ibu yang melahirkan Emha Ainun Najib, menasehatkan agar orangtua tidak berani memiliki rasa bangga jika anaknya mulai berhasil. Sebaliknya, perlu belajar terus-menerus, terus-menerus. Pada tingkat ini saja belum tingkatan Fathimah Az-Zahra—sudah penuh tanda tanya, bisakah kita meniru, meskipun cuma sedikit?


Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Wikipedia

Search results