NASAB NABI MUHAMMAD
SAW
Beliau adalah Abu
al-Qasim Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdimanaf bin
Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin
an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaima bin Mudrikah bin Ilyas bin bin Mudhar bin
Nizar bin Maad bin Adnan bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur bin Tayrah bin
Ya’rub bin Yasyjub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim “Kekasih Allah” (alaihima
as-salam) bin Tarih atau Azar bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Aybir
bin Syalikh bin bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh (alaihis salam) bin Lamk bin
Mutusyalkh bin Akhnukh — yaitu Nabi Idris keturunan Nabi Adam yang pertama
menjadi nabi dan yang menulis dengan pena — bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin
Yanish bin Syits bin Adam alaihissalam.
Nasab ini disebutkan
oleh Muhammad bin Ishak bin Yasar al-Madani di salah satu riwayatnya. Nasab
Rasulullah sampai Adnan disepakati oleh para ulama, sedangkan setelah Adnan
terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud Quraisy adalah putra Fihr bin Malik
atau an-Nadhr bin Kinanah.
Ibu Rasulullah SAW
Ibunya adalah Aminah
binti Wahb bin Abdimanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin
Ghalib.
Kelahiran Rasulullah
saw
Beliau dilahirkan di
Mekah pada tahun Gajah bulan Rabiul Awal, tanggal duabelas, hari Senin. Sebagian
ulama mengatakan bahwa beliau dilahirkan setelah tiga puluh tahun dari tahun
gajah. Sebagian lagi mengatakan setelah empat puluh tahun dari tahun gajah.
Pendapat yang benar adalah pada tahun gajah.
Kematian ayah, ibu,
dan kakeknya
Ayahnya meninggal
dunia ketika ia berusia dua puluh delapan bulan. Menurut sebagian ulama usianya
tujuh bulan ketika ayahnya meninggal. Ada lagi yang berpendapat bahwa ayahnya
meninggal di perkampungan an-Nabighah ketika ia masih janin. Dan dikatakan pula
bahwa ayahnya wafat di daerah Abwa yang terletak antara Makkah dan Madinah.
Abu Abdillah Zubair
bin Bakkar az-Zubairi berkata: Abdullah bin Abdul Mutthalib wafat di Madinah
ketika Muhammad berusia dua bulan.
Sedangkan ibunya
meninggal dunia ketika ia berusia empat tahun. Sementara kakeknya meninggal
dunia ketika usia Muhammad delapan tahun. Dikatakan pula bahwa ibunya wafat
ketika ia berusia enam tahun.
Penyusuan Rasulullah
SAW
Muhammmad disusui oleh
Tsuwaibah budak Abu Lahab bersama dengan penyusuan Hamzah bin Abdul Mutthalib
dan Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi dengan air susu anaknya
yang bernama Masruh. Kemudian Muhammad disusui oleh Halimah binti Abi Dzuaib
as-Sa’diyah.
Nama-nama Rasulullah
SAW
Jubair bin Mut’im
berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya adalah Muhammad, saya adalah Ahmad,
saya adalah al-Mahi yang dengan sebabku Allah SWT menghapus kekufuran, saya
adalah al-Hasyir yang mengumpulkan manusia, saya adalah al-A’qib yang tidak ada
nabi lagi setelahku.’” (Hadits sahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Abu Musa Abdullah bin
Qais berkata: “Rasulullah SAW memberikan dirinya beberapa nama di antaranya ada
yang kami hafal. Beliau mengatakan: ‘Saya Muhammad, saya Ahmad, saya
al-Muqaffi, saya Nabi taubat dan Nabi rahmat.’ Dalam riwayat lain: ‘dan Nabi
peperangan.’ Hadits sahih diriwayatkan oleh Muslim.
Jabir bin abdillah
berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya Ahmad, saya Muhammad, saya al-Hasyir
(yang mengumpulkan), saya al-Mahi (yang dengan sebabku Allah SWT menghapus
kekefuran), dan pada hari kiamat nanti panji kemuliaan berada di tanganku. Aku
pemimpin para rasul dan pemilik syafaat mereka.”
Allah SWT memberikan
nama kepadanya di dalam Al-Quran dengan nama Basyir (pembawa kabar baik),
Nadzir (pembawa berita buruk), Rauf (lemah lembut), Rahim (penyayang), dan
Rahmatan lilalamin (pembawa rahmat buat alam semesta).
Istri-Istri Rasulullah Setelah Siti
Khadijah wafat :
Saudah binti Zam'ah
1.
Aisyah binti Abu Bakar
2.
Hafshah binti Umar bin Khatab
3.
Ummu Habibah binti Abu Sufyan
4.
Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah
5.
Zainab binti Jahsyin
6.
Juwairiyah binti Al-Harits bin Abi Dhiror
7.
Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab
8.
Maimunah binti Al-Harits Al-Hilaliyah
Keturunan Rasulullah dari Siti Khadijah :
a. Putra
Al-Qasim, Abdullah & Thayyib
Ketiganya meninggal waktu usia masih kecil
b. Putri
-Zainab menikah dgn Abil Aash ibnu Rabi' bin
Abdus Syam
-Ruqayah menikah dgn Utbah bin Abi Lahab
-Ummu Kaltsum menikah dgn Utaibah bin Abi Lahab
-Fatimah Az-Zahra menikah dgn sayidina Ali bin Abi
Thalib r.a
* JARAK KELAHIRAN NABI *
Rasulullah lahir pd tanggal 12 Rabiul
Awal tahun Gajah / 20 Nisaan (April) 571 M. Jarak antara kelahiran Nabi :
Muhammad SAW-Isa
a.s : 571 tahun
Isa a.s-wafatnya Musa
a.s : 1716 tahun
Musa a.s-Ibrahim a.s :
545 tahun
Ibrahim a.s-air bah
masa Nuh a.s : 1080 tahun
Air bah Nuh a.s-Adam
a.s : 2242 tahun
Jarak Rasulullah-Adam
a.s : 6155 tahun
Berdasarkan
riwayat yg masyhur dari para sejarawan
SIAPAKAH HABIB ITU
Habaib
Habaib atau Syarif dahulu kala disebut dengan
panggilan Suna, yang dijuluki untuk Wali Songo khususnya di negeri Indonesia
kita ini. Habaib adalah cucu keturunan Nabi Muhammad SAW dari anak putri Nabi
Muhammad SAW yang bernama Sayyidatina Fatimah. Sebagaimana yang tertera di
dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini :
“Semua nasab itu dari laki-laki, kecuali nasab ku dari Fatimah putriku”
Lalu dari hasil pernikahan Sayyidatina Fatimah dengan
Sayidina Ali ra, lahirlah 2 orang putra yang bernama Sayyidina Hasan dan
Sayyidina Husein, dan dari keduanya memiliki keturunan sampai hari Kiamat. Dari
garis keturunan Sayyidina Hasan yang dikenal keturunannya yaitu Tuan Syekh
Abdul Qadir Al Jailani, serta dari garis keturunan Sayyidina Husein seperti
diantaranya disebut dengan Assegaf, Al Haddad, Al Idrus, Al Atthos, Syekh Abu
Bakar dan masih banyak lagi yang lainnya, mereka semua itu disebut dengan
Habaib.
Habaib adalah penerus mutlak cucu Nabi Muhammad SAW,
Habaib di seluruh dunia ini diakui ilmunya yang rata-rata bermazhab Ahli Sunnah
Wal Jama’ah dan lebih banyak bermazhab kepada Imam Syafi’I, rata-rata beliau
berasal dari Negeri Yaman. Ilmu-ilmu beliau banyak dan cepat diterima oleh
masyarakat dunia, khususnya di negeri indonesia. Di Hadromut (Yaman Selatan)
kita mengenal Al Habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad, yang mana kitab karangan
beliau ini banyak digunakan oleh para ulama dari seluruh penjuru dunia
khususnya di Indonesia. Kitab karangan beliau yang sering kita jumpai dan kita
kenal adalah Nasahdiniyah yang artinya nasihat-nasihat agama. Begitu banyak
ilmu-ilmu Rosululloh SAW yang dikarang oleh para habaib yang berdasarkan kepada
Al-Qur’an dan hadits-hadits. Ketahuilah mencintai mereka para habaib adalah
wajib dan haram hukumnya membenci mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
”Barangsiapa yang mencintai keluargaku maka wajib bersamaku di dalam
syurga dan barang siapa yang membenci keluargaku maka haram baginya mendapatkan
syafa’atku nanti di hari kiamat”
Ingatlah mereka para habaib bagaikan bintang-bintang
tanda aman ahli langit dan keluarga Nabi Muhammad SAW adalah tanda pangaman
untuk ummatnya, maka kita tidak aneh bila ada para habaib pengikut mereka atau
pencinta mereka makin bertambah di seluruh penjuru dunia karena mereka adalah
karunia yang besar untuk ummat Nabi Muhammad SAW sebagai jalan menuju ridho
Allah SWT dan tiada jalan yang lebih baik kecuali jalannya para habaib yang
mengikuti kakek moyang beliau dan salaf-salaf beliau yang terpancar
kebenarannya di muka bumi ini.
Sebutan/gelar habib di
kalangan Arab Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan
Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah AzZahra dan Ali Bin Abi
Thalib. Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah keturunan Husain
bin Fatimah binti Muhammad. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2
juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.Di Indonesia,
habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman . khususnya
Hadramaut .Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah
para habib ini, Ar-Rabithah,ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang
dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya
keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya,
khususnya di kalangan masyarakat muslim indonesia, gelar ini tidak hanya
disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan
mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan
seorang menjadi alim tidak di akibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi
pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara
matrlineal(keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang
"habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari
kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap
kaum kerabat Nabi Muhammad.
Para habib sangat
dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali
pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi
Muhammad. Penghormatan ini sangat membuat gusar para kelompok anti-sunnah yang
mengkait-kaitkan hal ini dengan bid'ah. Para Habaib (jamak dari Habib) di
Indonesia sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama
islam. Sudah tak terhitung jumlah orang yang akhirnya memeluk agama islam
ditangan para Habaib. Gelar lain untuk habib adalah Sayyid. Syed, Sidi (Sayyidi), Wan
(Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) di sebut Syarif /Syarifah.
Para habib terdapat
pada golongan firqoh Sunni maupun Syiah seperti Ayatullah Ruhollah
Khomeini. Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan
Nabi Muhammad sendiri (habib)
AHLUL BAIT
Ahlul-Bait (Bahasa
Arab) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam
tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Terjadi
perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. Syi'ah berpendapat
bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husain
sebagai anggota Ahlul Bait (di samping Nabi Muhammad SAW). Sementara Sunni
berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Nabi Muhammad SAW dalam arti luas,
meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga terkadang ada yang memasukkan
mertua-mertua dan menantu-menantu nya.
Istilah Ahlul Bait
Syi'ah
Kaum Syi’ah lebih mengkhususkan
istilah Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW yang hanya mencakup Ali dan istrinya
Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW beserta putra-putra mereka yaitu al-Hasan dan
al-Husain (4 orang ini bersama Muhammad juga disebut Ahlul Kisa atau yang
berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.
Hal ini diperkuat pula
dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
"Aisyah
menyatakan bahwa pada suatu pagi, Rasulullah keluar dengan mengenakan kain bulu
hitam yang berhias. Lalu, datanglah Hasan bin Ali, maka Rasulullah menyuruhnya
masuk. Kemudian datang pula Husain lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga
Fathimah, kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula Ali, maka
beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 surah al-Ahzab,
"Sesungguhnya
Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Sunni dan Salafi
Makna “Ahl” dan “Ahlul
Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan
anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan Sunni dan Salafi, yang
menyatakan bahwa ahlul bait Nabi Muhammad SAW mencakup pula istri-istri,
mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya
Sufi dan sebagian
Sunni
Kalangan Sufi dan
sebagian kaum Sunni menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Nabi
Muhammad SAW yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti
keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta
keturunan mereka. Juga keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib, serta keluarga-keluarga
Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Adapun risalah lengkap
sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:
Yazid bin Hayyan
berkata,
"Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin
Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin
Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat
Rasulullah, kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau
telah shalat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan
yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar
dari Rasulullah!'"
"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi
Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa
sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan
kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah
kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu
hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm
antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan
peringatan, lalu beliau bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah
manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa)
akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal
yang berat, yaitu:) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu
laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau
pengamalan Al-Qur'an). ) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan
hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)".
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid,
siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul
Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah
Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima
zakat sampai sepeninggal beliau."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga Ali,
keluarga Aqil, keluarga Ja'far dan keluarga Abbas."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan
menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya''
Istilah Ahlul Kisa
Kaum Sufi yang
memiliki keterikatan dengan Ahlul Kisa, yaitu keluarga Ali bin Abu Talib k.w.
dan Fatimah az-Zahra baik secara zhahir (faktor keturunan) dan secara bathin
(do'a dan amalan) sangat mendukung keutamaan Ahlul Kisa. Tetapi, Sufi
berpendapat bahwa Ahlul Bait bukan hanya Ahlul Kisa sesuai dengan hadits
tsaqalayn. Sufi berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang haram menerima
zakat, yaitu keluarga Ali, Aqil dan Ja'far (yang merupakan putra-putra Abu
Thalib) dan keluarga Abbas (HaditsShahih Muslim dari Zaid bin Arqam). Dengan
demikian kaum Sufi dalam hal kekhalifahan memiliki perbedaan tajam dengan kaum
Syi'ah.
Hadist Shahīh Ahlul Kisa (Shahīh Muslim, vol. 7, hal.
130)
Aisyah berkata, "Pada suatu pagi, Rasulullah saw keluar
rumah menggunakan jubah (kisa) yang terbuat dari bulu domba. Hasan datang dan
kemudian Rasulullah menempatkannya di bawah kisa tersebut. Kemudian Husain
datang dan masuk ke dalamnya. Kemudian Fatimah ditempatkan oleh Rasulullah di
sana. Kemudian Ali datang dan Rasulullah mengajaknya di bawah kisa dan berkata,
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab [33]:33)
Sunah at-Turmudzi, Kitab al-Manâqib
Ummu Salamah mengutip
bahwa Rasulullah SAW menutupi Hasan, Husain, Ali dan Fatimah dengan kisa-nya,
dan menyatakan, "Wahai Allah! Mereka
Ahlul Baitku dan yang terpilih. Hilangkan dosa dari mereka dan sucikanlah
mereka!"
Ummu Salamah berkata, "Aku bertanya pada Rasulullah SAW,
Wahai Rasul Allah! Apakah aku termasuk di dalamnya?" Beliau menjawab,
"Engkau berada dalam kebaikan (tetapi tidak termasuk golongan mereka)."
Imam Turmudzi menulis
di bawah hadits ini, "Hadits ini shahīh dan bersanad baik, serta merupakan
hadits terbaik yang pernah dikutip mengenai hal ini.
Interpretasi Syi'ah,
Sunni dan Sufi
Syi'ah
Kaum Syi'ah, khususnya
Mazhab Dua Belas Imam menafsirkan bahwa Ahlul Bait adalah "anggota rumah
tangga" Nabi Muhammad SAW dan mempercayai bahwa mereka terdiri dari: Nabi
Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan bin Ali, dan Husain
bin Ali.
Kaum Syi'ah percaya
bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait yang disucikan sesuai dengan ayat tathîr
(penyucian) (QS. Al-Ahzab [33]:33), adalah mereka yang termasuk dalam
Ahlul-Kisa yaitu Nabi Muhammad SAW, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain serta 9 imam
berikutnya yang merupakan keturunan dari Husain.
Sesuai dengan hadits
di atas, Syi'ah berpendapat bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW tidak termasuk
dalam Ahlul Bait, sebagaimana pendapat Sunni yang memasukkan istri-istri Nabi
Muhammad SAW.
Sunni dan Salafi
Kaum Sunni juga
mempercayai hadits sahih mengenai keistimewaan kedudukan Ahlul Bait tersebut
seperti kaum Syi'ah, meskipun kaum Sunni tidak berpendapat bahwa hak kepemim pinan
umat (khalifah) harus dipegang oleh keturunan Ahlul Bait. Hadits itu juga
menyatakan bahwa kedua cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hasan bin Ali dan Husain
bin Ali, adalah sayyid (pemuka).
Muhammad bin Abdul
Wahhab menolak pengistimewaan yang berlebihan terhadap keturunan Ahlul Bait.
Ini kemungkinan disebabkan karena pertentangan mereka terhadap kaum Syi'ah,
meskipun kaum Sunni pada umumnya tetap memandang hormat terhadap para keturunan
Ahlul Bait.
Kaum Wahhabi
berpendapat bahwa istilah Ahlul Bait memang hanya mencakup keluarga Ali, akan
tetapi keluarga Nabi Muhammad SAW mencakup seluruh umat Muslim yang taat, sebab
hubungan kekeluargaan tersebut adalah berdasarkan takwa pada kepercayaan Islam,
dan bukan berdasarkan pada darah keturunan. Kaum Wahhabi percaya bahwa setiap
orang yang taat adalah bagian dari Ahlul Bait, dan bahwa beberapa orang secara
khusus disebutkan sebagai bagian daripadanya. Beberapa orang ini, adalah
istri-istri Nabi Muhammad SAW, yang menurut pendapat mereka disebutkan di dalam
Al Qur'an sebagai bagian dari Ahlul Bait.
Sufi
Kaum Sufi menyepakati
bahwa semua pendiri Tariqah Mu'tabaroh mestilah dari golongan Ahlul Bait, yaitu
berasal dari keturunan Hasan bin Ali atau Husain bin Ali.
Para masyaikh pendiri
tariqah-tariqah Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW yang merupakan golongan
Ahlul Bait, misalnya:
·
As-Sayyid
As-Syaikh Bahau'uddin Naqsyabandi (Tariqah Naqsyabandi)
·
As-Sayyid
Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin 'Ali BaAlawi Al-Husaini (Tariqah Al-BaAlawi)
·
As-Sayyid
As-Syaikh Abdul Qadir Jilani Al-Hasani (Tariqah Qadiriyah)
·
As-Sayyid
As-Syaikh Ahmad bin Idris Al-Hasani (Tariqah Ahmadiyah Idrissiyah
·
As-Sayyid
As-Syaikh Abil Hasan Asy-Syazuli (Tariqah Syadziliyyah)
Silsilah ajaran mereka
kebanyakannya melalui Imam Ja'far ash-Shadiq, dan semuanya mendapat sanad dari
Ali bin Abi Thalib. Tariqah Naqsyabandiah adalah satu-satunya tariqah yang juga
mendapat sanad dari Abu Bakar.
Kekhalifahan
Kaum Sufi berpendapat
kekhalifahan ada 2 macam, yaitu :
·
Khalifah
secara zhahir (Waliyyul Amri, Surat An Nisaa' ayat 59) "Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin)
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." atau mereka yang menjadi kepala
pemerintahan umat Islam; dan
·
Khalifah
secara bathin (Waliyyul Mursyid, Surat Al Kahfi ayat 17) "Dan kamu akan
melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan
bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada
dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah
yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak
akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan
Mursyida) kepadanya." atau mereka yang menjadi pembina rohani umat Islam.
.
Khalifah zhahir
Menurut kalangan Sufi
kekhalifahan yang zhahir (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang
kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau
karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya perkataan ‘athii’ sebelum ‘waliyyul amri’, kata ‘athii’ atau taatlah
hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga
lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”.
Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada ulil amri
(pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan
Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal
yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang emimpin atas dasar
'maksum' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat
terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang.
Dengan kata lain ayat
ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat
‘maksum’ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah
petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap
zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal
sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah
yang suci atau ‘maksum’, kecuali Allah sendiri.’
Khalifah bathin
Kekhalifahan bathin,
karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak mungkin
dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat
Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin
rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti
Nabi Khidir di dalam Surat Al Kahfi. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi
Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang
terpilih seperti itu.
Didalam sejarah
tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan Ali
dari Fatimah baik melalui Hasandan Husain. Menurut kaum Sufi memaksakan
kekhalifahan zhahir hanya untuk keluarga Ali adalah suatu yang musykil/mustahil
karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas)
berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip
akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tapi dalam hal
pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja
tidak menguasai masalah pemerintahan.
Bila menganggap Imamah
adalah Khalifah Bathin mungkin saja bisa, tapi membatasi hanya 12 bertentangan
dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut
dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang
seorang Khalifah zhahir (Waliyyul Amri) dipilih dari mereka yang juga menjabat
Khalifah bathin (Waliyyul Mursyid). Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui
Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat Waliyyul Mursyid, kalau bukan Allah
sendiri.
Perkembangan Ahlul
Bait
Setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW
Berkembangnya
Ahlul-Bait walaupun sepanjang sejarah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah
mengalami penindasan luar biasa, adalah berkah dari do’a Nabi Muhammad SAW
kepada mempelai pengantin Fatimah putri beliau dan Ali di dalam pernikahan yang
sangat sederhana. Doa Nabi SAW adalah,”Semoga Allah memberkahi kalian berdua,
memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan
mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik”
Setelah mengalami
titik noda paling kelam dalam sejarah Bani Umayyah, dimana cucu Nabi Muhammad
SAW, al-Husain bersama keluarga dibantai di Karbala, pemerintahan berikutnya
dari Bani Abbasiyah yang sebetulnya masih kerabat (diturunkan melalui Abbas bin
Abdul-Muththalib) tampaknya juga tak mau kalah dalam membantai keturunan Nabi
Muhammad SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur Ali
Zainal Abidin satu-satunya putra Husain bin Ali yang selamat dari pembantaian
di Karbala, juga melalui jalur putra-putra Hasan bin Ali.
Setelah berakhirnya
Bani Abbasiyah
Perkembangan di
berbagai negara
Menurut berbagai
penelaahan sejarah, keturunan Hasan bin Ali banyak yang selamat dengan
melarikan diri ke arah Barat hingga mencapai Maroko. Sampai sekarang, keluarga
kerajaan Maroko mengklaim keturunan dari Hasan melalui cucu beliau Idris bin
Abdullah, karena itu keluarga mereka dinamakan dinasti Idrissiyyah. Selain itu
pula, ulama-ulama besar seperti Syekh Abu Hasan Syadzili Maroko (pendiri
Tarekat Syadziliyah) yang nasabnya sampai kepada Hasan melalui cucunya Isa bin
Muhammad.
Mesir dan Iraq adalah
negeri yang ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Hasan dan Husain. Abdul
Qadir Jaelani seorang ulama yang dianggap sebagai Sufi terbesar dengan julukan ‘Mawar kota Baghdad’ adalah keturunan
Hasan melalui cucunya Abdullah bin Hasan al-Muthanna.
Persia hingga ke arah
Timur seperti India sampai Asia Tenggara (termasuk Indonesia) didominasi para
ulama dari keturunan Husain bin Ali. Bedanya, ulama Ahlul Bait di tanah Parsi
banyak dari keturunan Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq seperti Ayatullah
Ruhollah Khomeini karena itu ia juga bergelar Al-Musawi karena keturunan dari
Imam Musa al-Kadzim, sedangkan di Hadramaut (Yaman), Gujarat dan Malabar
(India) hingga Indonesia ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan Ali Uraidhi
bin Jafar ash-Shadiq terutama melalui jalur Syekh Muhammad Shahib Mirbath dan
Imam Muhammad Faqih Muqaddam ulama dan sufi terbesar Hadramaut di zamannya
(abad 12-13M).
Walaupun sebagian
besar keturunan Ahlul Bait yang ada di Nusantara termasuk Indonesia adalah dari
Keturunan Husain bin Ali namun terdapat juga yang merupakan Keturunan dari
Hasan bin Ali, bahkan Keturunan Hasan bin Ali yang ada di Nusantara ini sempat
memegang pemerintahan secara turun temurun di beberapa Kesultanan di Nusantara
ini yaitu Kesultanan Brunei,Kesultanan Sambas dan Kesultanan Sulu sebagaimana
yang tercantum dalam Batu Tarsilah / Prasasti dan beberapa Makam dan juga
Manuscript yang tersebar di Brunei, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sulu (Selatan
Filipina)yaitu melalui jalur Sultan Syarif Ali(Sultan Brunei ke-3) yang
merupakan keturunan dari Syarif Abu Nu'may Al Awwal.
Mazhab yang dianut
Mazhab yang dianut
para ulama keturunan Husain pun terbagi dua; di Iran, Iraq dan sekitarnya
menganut Syi’ah, sedangkan di Yaman, India hingga Indonesia menganut Sunni yang
condong kepada tasawuf). Para ulama keturunan Hasan dari Mesir hingga Maroko
hampir semuanya adalah kaum Sunni yang condong kepada tasawuf.