SELAMAT DATANG-WELCOME-AHLAN WA SAHLAN>>> TERIMA KASIH KUNJUNGANYA-THANKS FOR JOIN

View Entri




UNTUK YANG LAGI GALAU >>> Jangan Lupa * tAKe & GivE*

Friday 16 May 2014

Sholawat Para Sufi

SUFI
SHOLAWAT NABI S.A.W.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Allah telah mengutus nabi Muhammad dan telah memberinya kekhususan dan kemuliaan untuk menyampaikan risalah. Ia telah menjadikannya rahmat bagi seluruh alam dan pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa serta menjadikannya orang yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Maka seorang hamba harus taat kepadanya, menghormati dan melaksanakan hak-haknya. Dengan segala jasa beliau kepada umat manusia, lalu Allah menyebutkan tindakan yang pantas untuk dilakukan kepada belliau, yakni mengucapkan shalawat. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Banyak pendapat tentang pengertian Sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, dan yang benar adalah seperti apa yang dikatakan oleh Abul Aliyah: “Sesungguhnya Sholawat dari Allah itu adalah berupa pujian bagi orang yang bersholawat untuk beliau di sisi malaikat-malaikat yang dekat” -Imam Bukhari meriwayatkannya dalam Shohihnya dengan komentar yang kuat- Dan ini adalah mengkhususkan dari rahmat-Nya yang bersifat umum. Pendapat ini diperkuat oleh syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.
Salam: Artinya keselamatan dari segala kekurangan dan bahaya, karena dengan merangkaikan salam itu dengan sholawat maka kitapun mendapatkan apa yang kita inginkan dan terhapuslah apa yang kita takutkan. Jadi dengan salam maka apa yang kita takutkan menjadi hilang dan bersih dari kekurangan dan dengan sholawat maka apa yang kita inginkan menjadi terpenuhi dan lebih sempurna.

Hukum BershalawatKepada Nabi saw
Kaidah ushul menyebutkan, asal perintah adalah untuk menunjukkan kewajiban. Dengan adanya kaidah ini, perintah Allah untuk bershalawat di dalam surat al-Ahzab bisa difahami sebagai sebuah kewajiban. Namun di sini para ulama’ berbeda pendapat tentang kapan pelaksanaan kewajiban ini. Ada di antara mereka mengatakan kewajibannya adalah sekali dalam seumur hidup. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa shalawat di dalam tasyahhud adalah wajib. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Qodhi Abu Bakar bin Bakir berkata:
“Allah swt telah mewajibkan makhluk-Nya untuk bersholawat dan salam untuk nabi-Nya, dan tidak menjadikan itu dalam waktu tertentu saja. Jadi yang wajib adalah hendaklah seseorang memperbanyak sholawat dan salam untuk beliau dan tidak melalaikannya.” Dan ada pula yang mengatakan bahwa perintah di dalam ayat di atas dimaknai dengan sunnah saja.

Saat-Saat Yang Disunnahkan Membaca Sholawat Untuk Nabi saw
Di dalam kitab Jila’ul Afham, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menyebutkan 40 tempat yang disunnahkan untuk mengucapkan shalawat. Di antaranya adalah sebagai berikut;
1-         Sebelum berdoa, sebagaimana disebutkan oleh Fadhalah bin ‘Abid: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya, tetapi tidak bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:
“Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya: “Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim]
2-             Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau, berdasarkan kepada sabda Rasulullah saw:
“Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim]
3-             Dianjurkan memperbanyak shalawat Nabi pada hari Jum’at, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari ‘Aus bin ‘Aus: “Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah sholawat untukku pada hari itu, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku……” [R. Abu Daud, Ahmad dan Hakim]
4-            Ketika masuk dan keluar masjid, sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan dari Fatimah ra, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah: ”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah sholawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.” “Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan: “Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi]
5. Ketika Shalat jenazah Disyari’atkan bershalawat pada shalat jenazah setelah takbir yang kedua didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah ra, bahwa beliau diberitahu oleh seorang shahabat nabi; Bahwa sunnah di dalam shalat bagi mayat adalah imam bertakbir, kemudian membaca Fatihatul Kitab (surat al-Fatihah) setelah takbir pertama, kemudian bershalawat kepada Nabi saw (Hadis Shahih, diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan yang lainnya)Cara Bershalawat kepada Rasulullah Di dalam firman Allah di atas, Allah memerintahkan agar dalam bershalawat diikuti dengan salam, “Bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56) Berdasarkan ayat tersebut yang utama adalah dengan menggandengkan shalawat dan salam, seperti shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah bentuk shalawat dan salam untuk beliau saw secara umum. Maka tidak benar kalau mengucapkan salam kepada Rasulullah saw tanpa diikuti dengan shalawat, atau shalawat tanpa salam, seperti ‘alaihis salam atau allahumma shalli ‘alaih saja.Selain dalam makna umum, shalawat harus terdiri dari shalawat dan salam, Rasulullah teleh memberikan contoh bacaan shalawat secara khusus, di dalam hadis disebutkan, dari Abi Hamid As-Sa’id -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Mereka bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana kami bersholawat untukmu?
      Beliau menjawab: “Katakanlah :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَ بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Ya Allah! Berilah sholawat untuk Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberi sholawat untuk Ibrahim. Berkatilah Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafaqun ‘Alaihi] Selain bacaan shalawat tersebut, masih ada beberapa riwayat lain yang menyebutkan bacaan shalawat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.

v    Celaan Bagi Yang Tidak Bersholawat Untuk Nabi.
Mengingat benyaknya jasa Rasul kepada kita, tentu layak kalau kita mendo’akan beliau. Terlebih lagi karena do’a itu bukan untuk beliau sendiri, tetapi untuk kita sendiri. Sebab ketika kita mengucapshalawat, banyak keutamaan yang diberikan kepada kita. Maka orang yang tidak mau mengucap shalawat kepada Nabi saw adalah sebuah tindkan kurang ajar, sekaligus sombong. Setidaknya kekurangajaran itu digambarkan di dalam riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah saw bersabda: “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]

v    Kesalahan yang Berkait dengan Shalawat
Dalam melaksanakan perintah Allah untuk bershalawat kepada nabi Muhammad saw ini, ada beberapa kekeliruan yang biasa dilakukan oleh umat Islam. Di antara kekeliruannya adalah mengkhususkan waktu yang tidak ditentukan oleh Rasulullah untuk bershalawat. Dan ada juga yang membuat bacaan shalawat yang bertentangan dengan kaidah umum dalam Agama Islam. Di antara kekeliruan itu antara lain;
1.  Mengkhususkan shalawat pada bular Rabi’ul Awwal. Di bulan Rabi’ul Awwal ini sebagian kaum muslimin mengadakan peringatan atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antara bentuk peringatan yang dilakukan adalah dengan memperbanyak membaca shalawat dan berzanji. Tindakan ini termasuk ke dalam bid’ah, meskipun pada dasarnya membaca shalawat itu ada perintah dari Allah dan juga sunnah Rasulullah saw. Sebab Alah dan RasulNya tidak pernah menentukan bulan Rabi’ul Awwal sebagai bulan shalawat, sebagaimana yang mereka lakukan. Berbeda halnya dengan hari Jum’at, memang kita diperintahkan untuk meperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah saw.
2. Membaca shalawat-shalawat bid’ah, bahkan syirik, seperti shalawat Badar dan Shalawat Nariyah. Shalawat sudah sangat masyhur, bahkan banyak didendangkan di dalam nasyid, yaitu :
 shalatullah salamullah, ‘ala thaha Rasulillah…
Kekeliruan shalwat ini adalah bertawasul dengan nabi, bahkan para pahlawan perang Badr. Perhatikanlah bagian dari shalawat itu, “tawassalna bibismillah, wabil hadi Rasulillah, wakulli mujahidilillah biahlil badri yaa Allah” (kami bertawasul dengan Nama Allah, dan juga dengan pembawa hidayah, Rasulullah, dan juga bertawassul dengan seluruh mujahid Allah, dengan para pahlawan badar, Ya Allah..”
Sedangkan shalawat Nariyah, adalah “Allahumma shalli shalatan kamilah….”
Kekeliruannya, di dalam shalawat ini disebutkan bahwa Nabi Muhamad adalah pelepas segala problem kehidupan, sebagaimana disebutkan di dalam baitnya, “tanhallu bihil uqad, wa tuqdlo bihil hawa’ij..” (dengannya (Nabi Muhammad saw) segala ikatan akan lepas, dan segala kebutuhan akan dipenuhi)
Shalawat semacam ini bermasalah, tetapi cukup poluler di hampir semua lapisan kaum muslimin di Indonesia hari ini. Ketika ada upaya untuk mengingatkan mereka, maka tiba-tiba mereka marah. Dalam keadaan marah itu lah lalu mereka menuduh orang yang mengingatkan kekeliruan dalam bershalawat sebagai kelompok anti shalawat. Ini adalah sebuah tuduhan yang kelewat batas. Sebab yang ditolak bukan shalawat yang benar, tetapi yang ditolak adalah shalawat yang tidak benar.
Shalawat Ulul 'Azmi
"Allahumma shalli wasallim wabaarik 'alaa sayyidinaa Muhamaddin wasayyidinaa Aadama wasayyidinaa Nuuhin wasayyidinaa Ibraahiima wasayyidinaa Muusaa wasayyidinaa 'Iisaa wamaa bainahum minan nabiyyina wal mursaliina shalawaatullaahi wasalaamuhu 'alaihim ajma'iin".
Artinya:
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw., kepada junjungan kami Nabi Adam as., kepada junjungan kami Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as. dan Nabi Isa as. serta kepada orang yang diantara mereka, dari para Nabi dan semua Rasul. Semoga seluruh rahmat Allah dan salamNya melimpah kepada mereka semuanya".
Shalawat Badriyah
Shalaatullaah Salaamullaah - 'Alaa Thaaha Rasuulillaah,
Shalaatullaah Salaamullaah - 'Alaa Yaasiin Habiibillaah,
Tawassalnaa Bibismillaah - Wabil Haadi Rasuulillaah,
Wakulli Mujaahidinlillah - Biahlil Badri Yaa Allah.
Shalaatullaah Salaamullaah - - - - -
Ilaahi Sallimil Ummah - Minal Aafaati Wanniqmah,
Wamin Hammin Wamin Ghummah - Biahlil Badri Yaa Allah.
Artinya:
Rahmat dan keselamatan Allah, Semoga tetap untuk Nabi Thaaha utusan Allah, Rahmat dan keselamatan Allah, Semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allah.
Kami berwasilah dengan berkah "Basmallah", Dan dengan Nabi yang menunjukkan , lagi utusan Allah, Dan seluruh orang yang berjuang karena Allah, Sebab berkah sahabat ahli badar yaa Allah. Wahai Tuhanku, semoga Engkau berkenan menyelamatkan ummat, Dari bencana dan siksa, Dan dari susah dan kesempitan, Sebab berkah sahabat ahli badar yaa Allah.
Shalawat Kubraa
Alfu Alfi Shalaatin wa Alfu Alfi Salaamin 'Alaika yaa sayyidal Mursalin --"-- yaa sayyidan nabiyyiin --"-- yaa sayyidas shiddiqiin
--"-- yaa sayyidar raaki'iin --"-- yaa sayyidal qaa'idiin --"— yaa sayyidas saajidin --"-- yaa sayyidadz Dzaakiriin 
Artinya:
Sejuta rahmat dan sejuta keselamatan untukmu wahai penghulu para utusan --"-- --"—Nabi --"-- --"—shadiqin --"-- --"-- orang-orang yang ruku' --"-- --"-- orang-orang yang duduk --"-- --"-- orang-orang yang sujud --"-- --"-- orang-orang yang dzikir


اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب،وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك
Allohumma sholli ‘sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka

Artinya :
 Ya Alloh berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan, hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU
Imam Ad Dinawari berkata : Siapa saja membaca shalawat setiap selesai sholat sebanyak 11 kali dan ia menjadikannya sebagai bacaan rutin maka rizkinya tidak akan pernah putus dan ia mendapatkan derajat yang tinggi…

(Agar terhindar dari  bencana)
Shalatullah salamullah, 'ala Thaha Rasulillah Shalatullah salamullah, 'ala Yasin Habibillah
Semoga shalawat dan salam selalu kepada Thaaha, Rasulullah Semoga shalawat dan salam selalu kepada Yasin, Rasulullah (Thaha dan Yaasin adalah gelar untuk Rasulullah)
Tawasalna bibismillah, wa bilhadi Rasulillah, wa kulli mujahidin lillah, bi ahli badri, ya Allah .
Kami bertawasul* dengan bismillah, petunjuk Rasulillah,
dan dengan seluruh mujahidin Badar, ya Allah
Ilahi sallimil ummah, minal afaati wa niqmah )
wa min hammin wa min ghummah, bi ahli badri, ya Allah 
Tuhanku, selamatkanlah umat ini, dari derita dan bencana
dan dari belenggu serta kebekuan, demi ahli Badar ya Allah
Ilahi-ghfir wa akrimna, binaili mathalibi minna (dikabulkan Wa daf'i masaa-atin 'anna, bi ahli badri, ya Allah
Tuhanku, ampuni dan muliakan kami, dengan dikabulkannya permohonan kami, dan dijauhkannya kami dari tragedi yang memilukan, demi ahli Badar ya Allah
SHOLAWAT FATIH
"ALLAHUMMA SHALLI WASALLIM WABAARIK 'ALA SAYYIDINA MUHAMMADINIL FAATIHI LIMA UGLIQA WALKHAATIMI LIMAA SABAQA  WAN-NAASHIRIL HAQQI BILHAQQI WALHAADI ILAA HIRAATIKAL MUSTAQIIM WA 'ALAA  'ALAIHI WASHAHBIHI HAQQA QADRIHI WAMIQDAARIHIL 'AZHIIM"
(Ya Allah limpahkanlah salawat, salam, dan berkahMu atas pemimpin kami Muhammad sang pembuka yang tertutup; sang penutup dari yang sudah; sang pembela kebenaran dengan kebenaran; dan yang menunjukkan ke jalan yang lurus, juga ata keluarga dan sahabat-sahabatnya sesuai hak dan kedudukannya yang agung)?

Tasawuf & Sholawat Nabi
Shalawat Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bukanlah amalan yang asing bagi seorang muslim. Hampir-hampir setiap majlis ta’lim ataupun acara ritual tertentu tidak pernah lengang dari dengungan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam. 
Terlebih bagi seorang muslim yang merindukan syafa’atnya, ia pun selalu melantunkan shalawat dan salam tersebut setiap kali disebutkan nama beliau Shallallahu 'alaihi wassalam. Karena memang shalawat kepada beliau Shallallahu 'alaihi wassalam merupakan ibadah mulia yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman:
إنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 
(artinya): “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya”. (Al Ahzab: 56)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda (artinya): “Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah akan membalasnya dengan shalawat sepuluh kali lipat.” (H.R. Al Hakim dan Ibnu Sunni, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’)
Demikianlah kedudukan shalawat Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam dalam agama Islam. Sehingga di dalam mengamalkannya pun haruslah dengan petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam. 
Sebaik-baik shalawat, tentunya yang sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam dan sejelek-jelek shalawat adalah yang menyelisihi petunjuknya Shallallahu 'alaihi wassallam. Karena beliau Shallallahu 'alaihi wassalam lebih mengerti shalawat manakah yang paling sesuai untuk diri beliau Shallallahu 'alaihi wassallam. 
Diantara shalawat-shalawat yang telah dituntunkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam kepada umatnya, yaitu:

اللّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، اللهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“Ya, Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dan masih banyak lagi shalawat yang dituntunkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam . Adapun shalawat-shalawat yang menyelisihi tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam maka cukup banyak juga, diantaranya beberapa shalawat yang biasa dilantunkan oleh orang-orang Sufi ataupun orang-orang yang tanpa disadari terpengaruh dengan mereka. 


Beberapa Shalawat ala Sufi

1.             Shalawat Nariyah Shalawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan kaum muslimin. Dengan suatu keyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya. Berikut nash shalawatnya:
اللهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تآمًا عَلَى سَيِّدِنَا مًحَمَّدٍ الَّذِي تُنْحَلُ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ عَدَدَ كَلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ 
“Ya Allah , berikanlah shalawat dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Nabi Muhammad, yang dengannya terlepas semua ikatan kesusahan dan dibebaskan semua kesulitan. Dan dengannya pula terpenuhi semua kebutuhan, diraih segala keinginan dan kematian yang baik, dan dengan wajahnya yang mulia tercurahkan siraman kebahagiaan kepada orang yang bersedih. Semoga shalawat ini pun tercurahkan kepada keluarganya dan para sahabatnya sejumlah seluruh ilmu yang Engkau miliki.” 
Para pembaca, bila kita merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah, maka kandungan shalawat tersebut sangat bertentangan dengan keduanya. Bukankah hanya Allah semata yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan semua ikatan kesusahan dan kesulitan, yang mampu memenuhi segala kebutuhan dan memberikan siraman kebahagiaan kepada orang yang bersedih?! Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ 
(artinya): “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula mampu menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al A’raf: 188) 
Dan juga firman-Nya :
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً 
(artinya): "Katakanlah (wahai Muhammad): Panggillah mereka yang kalian anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya." (Al-Isra: 56)

Para ahli tafsir menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum yang berdo’a kepada Al Masih, atau malaikat, atau sosok orang shalih dari kalangan jin. (Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48) 
Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam , lalu mengatakan:
مَا شَاءَ اللهَُ وَ شِئْتَ
"Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”.
Maka beliau bersabda:
أَجَعَلْتَنِيْ لِلَّهِ نِدًّا ؟! “
Apakah engkau hendak menjadikanku sebagai tandingan bagi Allah?
Ucapkanlah:
مَا شَاءَ اللهَُ وَحْدَهُ
Berdasarkan kehendak Allah semata”. (HR. An-Nasa’i dengan sanad yang hasan) (Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah hal. 227-228, Muhammad Jamil Zainu)

Maka dari itu, jelaslah dari beberapa dalil diatas bahwasanya Shalawat Nariyah terkandung padanya unsur pengkultusan yang berlebihan terhadap diri Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam hingga menyejajarkannya dengan Allah Ta'ala. Tentunya yang demikian ini merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang dimurkai oleh Allah dan Nabi-Nya.

2.             Shalawat Al Faatih (Pembuka) Nash shalawat tersebut adalah: 
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ الفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ … "
Ya Allah! berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad yang membuka segala yang tertutup ….

” Berkata At-Tijani pendiri tarekat Sufi Tijaniyah - secara dusta - : “….Kemudian beliau (Nabi Shallahu 'alaihi wassalam) mengabarkan kepadaku untuk kedua kalinya, bahwa satu kali membacanya menyamai setiap tasbih yang terdapat di alam ini dari setiap dzikir, menyamai dari setiap do’a yang kecil maupun besar, dan menyamai membaca Al Qur’an 6.000 kali, karena ini termasuk dzikir.” (Mahabbatur Rasul 285, Abdur Rauf Muhammad Utsman) 
Para pembaca, demikianlah kedustaan, kebodohan dan kekafiran yang nyata dari seorang yang mengaku berjumpa dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam , karena ia berkeyakinan bahwa perkataan manusia lebih mulia 6.000 kali lipat daripada firman Allah Ta'ala. Bukankah Allah telah menegaskan dalam firman-Nya :
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلاً 
(artinya): “Dan siapakah yang perkatannya lebih benar dari pada Allah? (An Nisaa’:122)
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ 
“Dan sungguh telah sempurna kalimat Tuhanmu(Al Qur’an),sebagai kalimat yang benar dan adil.”(Al An’am:115)

Demikian pula Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam telah menegaskan dalam sabdanya (artinya): “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah perkataan Allah “. (HR. Muslim)
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an , maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: alif laam miim itu satu huruf, namun alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (HR.Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud yang dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani)
Wahai saudaraku, dari beberapa dalil di atas cukuplah bagi kita sebagai bukti atas kebatilan shalawat Al Faatih, terlebih lagi bila kita telusuri kandungannya yang kental dengan nuansa pengkultusan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam yang dilarang dalam agama yang sempurna ini. 

3.   Shalawat Sa'adah (Kebahagiaan)
Nash adalah sebagai berikut: 

اللهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا فِيْ عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
“Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, shalawat yang kekal seperti kekalnya kerajaan Allah …”.

Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah menukilkannya dari Asy-Syaikh Ahmad Dahlan: ”Bahwa pahalanya seperti 600.000 kali shalat. Dan siapa yang rutin membacanya setiap hari Jum’at 1.000 kali, maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia akhirat.” (Lihat Mahabbatur Rasul 287-288)
Wahai saudaraku, mana mungkin shalat yang merupakan tiang agama dan sekaligus rukun Islam kedua pahalanya 600. 000 di bawah shalawat sa’adah ini?! Cukuplah yang demikian itu sebagai bukti atas kepalsuan dan kebatilan shalawat tersebut.

4.            Shalawat Burdatul Bushiri Nashnya adalah sebagai berikut:

يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
“Wahai Rabbku! Dengan perantara Musthafa (Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam ) penuhilah segala keinginan kami dan ampunilah dosa-dosa kami yang telah lalu, wahai Dzat Yang Maha Luas Kedermawanannya.”

Shalawat ini mempunyai beberapa (kemungkinan) makna. Bila maknanya seperti yang terkandung di atas, maka termasuk tawasul kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam yang beliau telah meninggal dunia. 

Hal ini termasuk jenis tawasul yang dilarang, karena tidak ada seorang pun dari sahabat yang melakukannya disaat ditimpa musibah dan yang sejenisnya. Bahkan Umar bin Al Khathab ketika shalat istisqa’ (minta hujan) tidaklah bertawasul dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam karena beliau telah meninggal dunia, dan justru Umar meminta Abbas paman Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam (yang masih hidup ketika itu) untuk berdo’a. Kalaulah tawasul kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam ketika beliau telah meninggal dunia merupakan perbuatan yang disyari’atkan niscaya Umar melakukannya.

Adapun bila mengandung makna tawasul dengan jaah (kedudukan) Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam maka termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama, karena hadits: تَوَسَّلُوا بِجَاهِي “Bertawasullah dengan kedudukanku”, merupakan hadits yang tidak ada asalnya (palsu). Bahkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan disaat ada keyakinan bahwa Allah Ta'ala butuh terhadap perantara sebagaimana butuhnya seorang pemimpin terhadap perantara antara dia dengan rakyatnya, karena ada unsur menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (Lihat Al Firqatun Najiyah hal. 85) 

Sedangkan bila maknanya mengandung unsur (Demi Nabi Muhammad) maka termasuk syirik, karena tergolong sumpah dengan selain Allah Ta'ala.
Nabi Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda (artinya): “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat kafir atau syirik.” ( HR At Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang shahih)
Para pembaca, dari sekian makna di atas maka jelaslah bagi kita kebatilan yang terkandung di dalam shalawat tersebut. Terlebih lagi Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam dan para sahabatnya tidak pernah mengamalkannya, apalagi mengajarkannya. Seperti itu pula hukum yang dikandung oleh bagian akhir dari Shalawat Badar (bertawasul kepada Nabi Muhammad, para mujahidin dan ahli Badar).

5.             Nash shalawat seorang sufi Libanon:

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ حَتَّى تَجْعَلَ مِنْهُ الأَحَدِيَّةَ الْقَيُّوْمِيَّةَ
"Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad sehingga Engkau menjadikan darinya keesaan dan qoyyumiyyah (maha berdiri sendiri dan yang mengurusi makhluknya)." Padahal Allah Ta'ala berfirman (artinya): ”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11) 

Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam sendiri pernah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskan diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Hanyalah aku ini seorang hamba, maka katakanlah: “(Aku adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (H.R Al Bukhari). Wallahu A’lam Bish Shawab

Hadits-Hadits Palsu Dan Dha’if Yang Tersebar Di Kalangan Umat Hadits Anas bin Malik Radiyallahu 'anhu:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ثَمَانِيْنَ مَرَّةً غَفَرَ اللهُ لَهُ ذُنُوْبَ ثَمَانِيْنَ عَامًا
“Barangsiapa bershalawat kepadaku pada malam Jum’at 80 kali, niscaya Allah akan mengampuni segala dosanya selama 80 tahun.” .


Keterangan:
Hadits ini palsu, karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Wahb bin Dawud bin Sulaiman Adh Dharir. Al Khathib Al Baghdadi berkata: “Dia seorang yang tidak bisa dipercaya.” Asy Syaikh Al Albani berkata: “Sesungguhnya ciri-ciri kepalsuan hadits ini sangatlah jelas.” (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah no. 215)

AsmaUl Husna


Allah: ( الله ) Lafaz yang Maha Mulia yang merupakan nama dari Zat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam pujian dan sanjungan.
Lafadz ini disebut juga lafadz Jalalah, dan juga disebut Ismu Zat . Iaitu Zat yang menciptakan langit, bumi dan seisinya termasuk kita sebagai umat manusia ini. Dan Dialah Tuhan seru sekalian alam.
Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan suatu sifat Allah yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai sifat bagi lafaz yang Maha Mulia.

Berikut ini adalah 99 nama Allah SWT (Asmaul Husna) beserta maknanya:
1. Ar-Rahmaan: ( الرحمن ) Maha Pengasih, iaitu pemberi kenikmatan yang agung-agung dan pengasih di dunia.
2. Ar-Rahim: ( الرحيم ) Maha Penyayang, iaitu pemberi kenikmatan yang di luar jangkaan dan penyayang di akhirat.
3. Al-Malik: ( الملك ) Maha Merajai/ Menguasai /Pemerintah, iaitu mengatur kerajaanNya sesuai dengan kehendakNya sendiri.
4. Al-Quddus: ( القدوس ) Maha Suci, iaitu tersuci dan bersih dari segala cela dan kekurangan.
5. As-Salaam: ( السلام ) Maha Penyelamat, iaitu pemberi keselamatan dan kesejahteraan kepada seluruh makhlukNya.
6. Al-Mu’min: ( المؤمن ) Maha Pengaman / Pemelihara keamanan, iaitu siapa yang bersalah dan makhlukNya itu benar-benar akan diberi seksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janjiNya dengan pahala yang baik.
7. Al-Muhaimin: ( المحيمن ) Maha Pelindung/Penjaga / Maha Pengawal serta Pengawas, iaitu memerintah dan melindungi segala sesuatu.
8. Al-’Aziiz: ( العزيز ) Maha Mulia / Maha Berkuasa, iaitu kuasaNya mampu untuk berbuat sekehendakNya
9. Al-Jabbaar: ( الجبار ) Maha Perkasa / Maha Kuat / Yang Menundukkan Segalanya, iaitu mencukupi segala keperluan, melangsungkan segala perintahNya serta memperbaiki keadaan seluruh hambaNya.
10. Al-Mutakabbir: ( المتكبر ) Maha Megah / Maha Pelengkap Kebesaran. iaitu yang melengkapi segala kebesaranNya, menyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahanNya.
11. Al-Khaaliq: ( الخالق ) Maha Pencipta, iaitu mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.
12. Al-Baari’: ( البارئ ) Maha Pembuat / Maha Perancang / Maha Menjadikan, iaitu mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.
13. Al-Mushawwir: ( المصور ) Maha Pembentuk / Maha Menjadikan Rupa Bentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeza dengan lainnya. (Al-Khaaliq adalah mengadakan sesuatu yang belum ada asal mulanya atau yang menakdirkan adanya itu. Al-Baari’ ialah mengeluarkannya dari yang sudah ada asalnya, manakala Al-Mushawwir ialah yang memberinya bentuk yang sesuai dengan keadaan dan keperluannya).
14. Al-Ghaffaar: ( الغفار ) Maha Pengampun, banyak pemberian maafNya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.
15. Al-Qahhaar: ( القهار ) Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaanNya serta memaksa segala makhluk menurut kehendakNya.
16. Al-Wahhaab: ( الوهاب ) Maha Pemberi / Maha Menganugerah, iaitu memberi banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia.
17. Ar-Razzaaq: ( الرزاق ) Maha Pengrezeki / Maha Pemberi Rezeki, iaitu memberi berbagai rezeki serta membuat juga sebab-sebab diperolehnya.
18. Al-Fattaah: ( الفتاح ) Maha Membukakan / Maha Pembuka , iaitu membuka gedung penyimpanan rahmatNya untuk seluruh hambaNya.
19. Al-’Aliim: ( العليم ) Maha Mengetahui, iaitu mengetahui segala yang maujud dan tidak ada satu benda pun yang tertutup oleh penglihatanNya.
20. Al-Qaabidh: ( القابض ) Maha Pencabut / Maha Penyempit Hidup / Maha Pengekang, iaitu mengambil nyawa atau menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki olehNya.
21. Al-Baasith: ( الباسط ) Maha Meluaskan / Maha Pelapang Hidup / Maha Melimpah Nikmat, iaitu memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang diinginkan olehNya.
22. AI-Khaafidh: ( الخافض ) Maha Menjatuhkan / Maha Menghinakan / Maha Perendah / Pengurang, iaitu terhadap orang yang selayaknya dijatuhkan akibat kelakuannya sendiri dengan memberinya kehinaan, kerendahan dan seksaan.
23. Ar-Raafi’: ( الرافع ) Maha Mengangkat / Maha Peninggi, iaitu terhadap orang yang selayaknya diangkat kedudukannya kerana usahanya yang giat, iaitu termasuk golongan kaum yang bertaqwa.
24. Al-Mu’iz: ( المعز ) Maha Menghormati / Memuliakan / Maha Pemberi Kemuliaan/Kemenangan, iaitu kepada orang yang berpegang teguh pada agamaNya dengan memberinya pentolongan dan kemenangan.
25. Al-Muzil: ( المذل ) Maha Menghina / Pemberi kehinaan, iaitu kepada musuh-musuhNya dan musuh ummat Islam seluruhnya.
26. As-Samii’: ( السميع ) Maha Mendengar.
27. Al-Bashiir: ( البصير ) Maha Melihat.
28. Al-Hakam: ( الحكم ) Maha Menghukum / Maha Mengadili, iaitu sebagai hakim yang menetapkan / memutuskan yang tidak seorang pun dapat menolak keputusanNya, juga tidak seorang pun yang berkuasa merintangi kelangsungan hukumNya itu.
29. Al-’Adl: ( العدل ) Maha Adil. Serta sangat sempurna dalam keadilanNya itu.
30. Al-Lathiif: ( اللطيف ) Maha Menghalusi / Maha Teliti / Maha Lembut serta Halus, iaitu mengetahui segala sesuatu yang samar-samar, pelik-pelik dan kecil-kecil.
31. Al-Khabiir: ( الخبير ) Maha Waspada/  Maha Mengetahui.
32. Al-Haliim: ( الحليم ) Maha Penyabar / Maha Penyantun / Maha Penghamba, iaitu yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan tidak pula gelojoh memberikan siksaan.
33. Al-’Adzhiim: ( العظيم ) Maha Agung, iaitu mencapai puncak tertinggi dan di mercu keagungan kerana bersifat dengan segala macam sifat kebesaran dan kesempunnaan.
34. Al-Ghafuur: ( الغفور ) Maha Pengampun, banyak pengampunanNya kepada hamba-hambaNya.
35. Asy-Syakuur: ( الشكور ) Maha Pembalas / Maha Bersyukur, iaitu memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil.
36. Al-’Aliy: ( العلي ) Maha Tinggi Martabat-Nya / Maha Tinggi serta Mulia, iaitu mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran sesiapa pun dan tidak dapat difahami oleh otak yang bagaimanapun pandainya.
37. Al-Kabiir: ( الكبير ) Maha Besar, yang kebesaranNya tidak dapat dicapai oleh pancaindera ataupun akal manusia.
38. Al-Hafidz: ( الحفيظ ) Maha Pemelihara Maha Pelindung / Maha Memelihara, iaitu menjaga segala sesuatu jangan sampai rosak dan goyah. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hambaNya, sehingga tidak akan disia-siakan sedikit pun untuk memberikan balasanNya.
39. Al-Muqiit: ( المقيت ) Maha Pemberi kecukupan/ Maha Pemberi Keperluan , baik yang berupa makanan tubuh ataupun makanan rohani.
40. Al-Hasiib: ( الحسيب ) Maha Penjamin / Maha Mencukupi / Maha Penghitung, iaitu memberikan jaminan kecukupan kepada seluruh bamba-hambaNya pada hari Qiamat.
41. Al-Jaliil: ( الجليل ) Maha Luhur, iaitu yang memiliki sifat-sifat keluhuran kerana kesempurnaan sifat-sifatNya.
42. Al-Kariim: ( الكريم ) Maha Pemurah, iaitu mulia tanpa had dan memberi siapa pun tanpa diminta atau sebagai penggantian dan sesuatu pemberian.
43. Ar-Raqiib: ( الركيب ) Maha Peneliti / Maha Pengawas Maha Waspada, iaitu yang mengamat-amati gerak-geri segala sesuatu dan mengawasinya.
44. Al-Mujiib: ( المجيب ) Maha Mengabulkan, iaitu yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa padaNya.
45. Al-Waasi’: ( الواسع ) Maha Luas Pemberian-Nya , iaitu kerahmatanNya merata kepada segala yang maujud dan luas pula ilmuNya terhadap segala sesuatu.
46. Al-Hakiim: ( الحكيم ) Maha Bijaksana, iaitu memiliki kebijaksanaan yang tertinggi kesempurnaan ilmuNya serta kerapiannya dalam membuat segala sesuatu.
47. Al-Waduud: ( الودود ) Maha Pencinta / Maha Menyayangi, iaitu yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hambaNya dan juga berbuat baik pada mereka itu dalam segala hal dan keadaan.
48. Al-Majiid: ( المجيد ) Maha Mulia, iaitu yang mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.
49. Al-Ba’ithu: ( الباعث ) Maha Membangkitkan, iaitu membangkitkan semangat dan kemahuan, juga membangkitkan para Rasul dan orang-orang yang telah mati dari kubur masing-masing nanti setelah tibanya hari Qiamat.
50. Asy-Syahiid: ( الشهيد ) Maha Menyaksikan / Maha Mengetahui keadaan semua makhluk.
51.  Al-Haq: ( الحق ) Maha Haq / Maha Benar yang kekal dan tidak akan berubah sedikit pun.
52. Al-Wakiil: ( الوكيل ) Maha Pentadbir / Maha Berserah / Maha Memelihara penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hambaNya dan apa-apa yang menjadi keperluan mereka itu.
53. Al-Qawiy: ( القوى ) Maha Kuat / Maha Memiliki Kekuatan , iaitu yang memiliki kekuasaan yang sesempurnanya.
54. Al-Matiin: ( المتين ) Maha Teguh / Maha Kukuh atau Perkasa / Maha Sempurna Kekuatan-Nya , iaitu memiliki keperkasaan yang sudah sampai di puncaknya.
55. Al-Waliy: ( الولى ) Maha Melindungi, iaitu melindungi serta mengaturkan semua kepentingan makhlukNya kerana kecintaanNya yang amat sangat dan pemberian pertolonganNya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.
56. Al-Hamiid: ( الحميد ) Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian dan sanjungan.
57. Al-Muhshii: ( المحصى ) Maha Menghitung  / Maha Penghitung, iaitu yang tiada satu pun tertutup dari pandanganNya dan semua amalan diperhitungkan sebagaimana wajarnya.
58. Al-Mubdi’: ( المبدئ ) Maha Memulai/Pemula / Maha Pencipta dari Asal, iaitu yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada dan belum maujud.
59. Al-Mu’iid: ( المعيد ) Maha Mengulangi / Maha Mengembalikan dan Memulihkan, iaitu menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rosaknya.
60. Al-Muhyii: ( المحي ) Maha Menghidupkan, iaitu memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.
61. Al-Mumiit: ( المميت ) Maha Mematikan, iaitu mengambil kehidupan (roh) dari apa-apa yang hidup.
62. Al-Hay: ( الحي ) Maha Hidup, iaitu sentiasa kekal hidupNya itu.
63. Al-Qayyuum: ( القيوم ) Maha Berdiri Dengan Sendiri-Nya , iaitu baik ZatNya, SifatNya, Af’alNya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia. DenganNya pula berdirinya langit dan bumi ini.
64. Al-Waajid: ( الواجد ) Maha Penemu / Maha Menemukan, iaitu dapat menemukan apa saja yang diinginkan olehNya, maka tidak berkehendakkan pada suatu apa pun kerana sifat kayaNya yang secara mutlak.
65. Al-Maajid: ( الماجد ) Maha Mulia, (sama dengan no. 48 yang berbeda hanyalah tulisannya dalam bahasa Arab, Ejaan sebenarnya no. 48 Al-Majiid, sedang no. 65 A1-Maajid).
66. Al-Waahid: ( الواحد ) Maha Esa.
67. Al-Ahad: ( الأحد ) Maha Tunggal.
68. Ash-Shamad: ( الصمد ) Maha Diperlukan / Maha Diminta / Yang Menjadi Tumpuan, iaitu selalu menjadi tujuan dan harapan orang di waktu ada hajat keperluan.
69. Al-Qaadir: ( القادر ) Maha Berkuasa/ Maha Kuasa / Maha Berupaya
70. Al-Muqtadir: ( المقتدر ) Maha Menentukan.
71. Al-Muqaddim: ( المقدم ) Maha Mendahulukan / Maha Menyegera, iaitu mendahulukan sebahagian benda dari yang lainnya dalam mewujudnya, atau dalam kemuliaannya, selisih waktu atau tempatnya.
72. Al-Muakhkhir: ( المؤخر ) Maha Menangguhkan / Maha Mengakhirkan / Maha Membelakangkan / Maha Melambat-lambatkan., iaitu melewatkan sebahagian sesuatu dari yang lainnya.
73. Al-Awwal: ( الأول ) Maha Pemulaan  / Maha Pertama, iaitu terdahulu sekali dari semua yang maujud.
74. Al-Aakhir: ( الآخر ) Maha Penghabisan / Yang Akhir, iaitu kekal terus setelah habisnya segala sesuatu yang maujud.
75. Azh-Zhaahir: ( الظاهر ) Maha Zahir / Maha Nyata / Maha Menyatakan, iaitu menyatakan dan menampakkan kewujudanNya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaanNya
76. Al-Baathin: ( الباطن ) Maha Tersembunyi, iaitu tidak dapat dimaklumi ZatNya, sehingga tidak seorang pun dapat mengenal ZatNya itu.
77. Al-Waalii: ( الوالى ) Maha Menguasai / Maha Menguasai Urusan / Yang Maha Memerintah, iaitu menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaanNya dan menjadi milikNya.
78. Al-Muta’aalii: ( المتعال ) Maha Suci/Tinggi , iaitu terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.
79. Al-Bar: ( البار ) Maha Dermawan / Maha Bagus (Sumber Segala Kelebihan) / Yang banyak membuat kebajikan, iaitu banyak kebaikanNya dan besar kenikmatan yang dilimpahkanNya.
80. At-Tawwaab: ( التواب ) Maha Penerima Taubat, iaitu memberikan pertolongan kepada orang-orang yang melakukan maksiat untuk bertaubat lalu Allah akan menerimanya.
81. Al-Muntaqim: ( المنتقم ) Maha Penyiksa / Yang Maha Menghukum, kepada mereka yang bersalah dan orang yang berhak untuk memperoleh siksaNya.
82. Al-’Afuw: ( العفو ) Maha Pemaaf / Yang Maha Pengampun, menghapuskan kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf padaNya.
83. Ar-Rauuf: ( الرؤف ) Maha Pengasih / Maha Mengasihi, banyak kerahmatan dan kasih sayangNya.
84. Maalikul Mulk: ( المالك الملك ) Maha Pemilik Kekuasaan  / Maha Menguasai kerajaan / Pemilik Kedaulatan Yang Kekal, maka segala perkara yang berlaku di alam semesta, langit, bumi dan sekitarnya serta yang di alam semesta itu semuanya sesuai dengan kehendak dan iradatNya.
85. Zul-Jalaali Wal Ikraam: ( ذوالجلال والإكرام ) Maha Pemilik Keagungan dan Kemuliaan  / Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan. Juga Zat yang mempunyai keutamaan dan kesempurnaan, pemberi kurnia dan kenikmatan yang amat banyak dan melimpah ruah.
86. Al-Muqsith: ( المقسط ) Maha Mengadili / Maha Saksama, iaitu memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilanNya.
87. Al-Jaami’: ( الجامع ) Maha Mengumpulkan / Maha Pengumpul, iaitu mengumpulkan berbagai hakikat yang telah bercerai-berai dan juga mengumpulkan seluruh umat manusia pada hari pembalasan.
88. Al-Ghaniy: ( الغنى ) Maha Kaya Raya / Maha Kaya serta Serba Lengkap, iaitu tidak berkehendakkan apa juapun dari yang selain ZatNya sendiri, tetapi yang selainNya itu amat mengharapkan padaNya.
89. Al-Mughnii: ( المغنى ) Maha Pemberi kekayaan / Maha Mengkayakan dan Memakmurkan, iaitu memberikan kelebihan yang berupa kekayaan yang berlimpah-ruah kepada siapa saja yang dikehendaki dari golongan hamba-hambaNya.
90. Al-Maani’: ( المانع ) Maha Membela atau Maha Menolak / Maha Pencegah, iaitu membela hamba-hambaNya yang soleh dan menolak sebab-sebab yang menyebabkan kerosakan.
91. Adh-Dhaar: ( الضار ) Maha Mendatangkan Mudharat / Maha Pembuat Bahaya  / Maha Pemberi bahaya, iaitu dengan menurunkan seksa-seksaNya kepada musuh-musuhNya
92. An-Naafi’: ( النافع ) Maha Pemberi Manfaat , iaitu meluaslah kebaikan yang dikurniakanNya itu kepada semua hamba, masyarakat dan negeri.
93. An-Nuur: ( النور ) Maha Pemberi Cahaya  / Maha Bercahaya, iaitu menonjokan ZatNya sendiri dan menampakkan untuk yang selainNya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaanNya.
94. Al-Haadi: ( الهادى ) Maha Pemberi Petunjuk / Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk, iaitu memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar berterusan adanya dan terjaga kehidupannya.
95. Al-Badii’: ( البديع ) Maha Indah / Tiada Bandingan  / Maha Pencipta yang baru, sehingga tidak ada contoh dan yang menyamai sebelum keluarnya ciptaanNya itu.
96. Al-Baaqi: ( الباقع ) Maha Kekal, iaitu kekal hidupNya untuk selama-Iamanya
97. Al-Waarits: ( الوارث ) Maha Membahagi / Maha Mewarisi  / Maha Pewaris, iaitu kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.
98. Ar-Rasyiid: ( الرشيد ) Maha Cendekiawan / Maha Pandai / Bijaksana / Maha Memimpin, iaitu yang memimpin kepada kebenaran, iaitu memberi penerangan dan panduan pada seluruh hambaNya dan segala peraturanNya itu berjalan mengikut ketentuan yang digariskan oleh kebijaksanaan dan kecendekiawanNya.
99. Ash-Shabuur: ( الصبور ) Maha Penyabar yang tidak tergesa-gesa memberikan seksaan dan tidak juga cepat melaksanakan sesuatu sebelum masanya.


Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Wikipedia

Search results