http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=128
Subject: =?utf-8?Q?Arti=20Sebuah=20Cinta?=
Cinta bisa jadi merupakan kata yang
paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa
diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan
berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan
manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada
Rabb-nya.
Kita sering mendengar kata yang terdiri
dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit
untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal
itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika
bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu
mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta,
seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan
cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan
tanpa rasa cemburu sedikitpun.
Demikianlah bila kebodohan telah melanda
kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti
ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan
dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang
dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad . Allah berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Rasulullah dalam haditsnya dari
shahabat Tsauban mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni
kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata:
‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah
berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di
atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh
kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit)
al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai
Rasulullah?’ Rasulullah menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu
Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan
Abi Dawud no. 3610)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam
tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran:
13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai
kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar
antara dua negeri tersebut. Allah memberitakan bahwa hal-hal tersebut
(syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga
membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka,
semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong
kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari
cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang
sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”
Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah
sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan
kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan
jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan
menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu
sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)
Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang
akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa
yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak
sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas
bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan
kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.
Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan
menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam
Madarijus Salikin (3/22) berkata: ”Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum
telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada
mereka:
“Katakanlah: jika kalian cinta kepada
Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata:
“(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat
tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda
(cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah , faidah dan buahnya adalah
kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah maka
kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”
Bila demikian keadaannya, maka
mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan
dan nilai di sisi Allah. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan
dari Anas bin Malik :
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada
pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai
seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah
dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari
kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR.
Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara
sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
Pertama, membaca Al Qur’an, menggali,
dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah
dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam
setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di
atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali
nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan
Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah
.
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam
bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang
memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab
yang akan menghalangi hati dari Allah . (Madarijus Salikin, 3/18, dengan
ringkas)
Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan
salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama
sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah berfirman:
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)
“Dan orang-orang yang beriman lebih
cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)
Adapun dalil dari hadits Rasulullah
adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai
daripada selain keduanya.”
Macam-macam cinta
Di antara para ulama ada yang membagi
cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh
Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit
Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang
dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga
selain-Nya. Allah berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang
menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka
mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.”
(Al-Baqarah: 165)
Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan
seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang
diperintahkan-Nya. Allah berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan
kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga,
diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas
cinta tabiat. Allah berfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf
‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita
daripada kita.” (Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita
tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan
kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat
ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama
seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini
berubah menjadi cinta syirik.
Buah cinta
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga
perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan
cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di
akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di
menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta
kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya,
bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali
bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid,
hal. 110)
Bila kita ditanya bagaimana hukumnya
cinta kepada selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan
spontan atau mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu
dirinci.
Pertama, bila dia mencintai selain Allah
lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta
syirik, hukumnya jelas haram.
Kedua, bila dengan cinta kepada selain
Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta
maksiat, hukumnya haram.
Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka
yang seperti ini diperbolehkan.
Wallahu a’lam.